PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA TERHADAP STATUS PEKERJA WAKTU TERTENTU SETELAH KENAIKAN UPAH (STUDI KASUS PT.KARYA BINA BERSAMA) (HK-04)

A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang, merupakan faktor yang amat mempengaruhi tentang masalah ketenagakerjaan di tanah air Indonesia. Dalam literatur hukum perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan di Indonesia diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan di mana terjadi penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkemampuan secara sosial ekonomi maupun penguasa pada masa itu.

Jika hubungan antara pekerja dan pengusaha tetap diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan hukum perburuhan untuk menciptakan keadilan sosial di bidang perburuhan akan sangat sulit tercapai, karena pihak yang kuat selalu ingin menguasai pihak yang lemah. Pengusaha sebagai pihak yang kuat secara sosial ekonomi akan selalu menekan pihak pekerja yang berada pada posisi yang lemah/rendah.

Atas dasar itu, pemerintah secara berangsur-angsur turut serta dalam menangani masalah perburuhan melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Campur tangan pemerintah dalam bidang perburuhan melalui peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan dan dapat dilihat dari adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum).

Hubungan kerja merupakan hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.

Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya. Isi dari penyelenggaraan hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang bertentangan dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat, ataupun ketertiban umum. Bila hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan batal.

Perjanjian kerja memegang peranan penting dan merupakan sarana untuk mewujudkan hubungan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari, maka perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu memberikan pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Walaupun suatu perjanjian kerja telah mengikat para pihak, namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak seperti apa yang diharapkan misalnya masalah jam masuk kerja, masalah upah, sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja dan akhirnya terjadilah pemutusan hubungan kerja.

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang masih belum terpenuhi hak-haknya dan sering diperlakukan semena-mena, jam kerja melampaui batas, upah tidak layak, upah minimum belum dilaksanakan, jaminan sosial kurang diperhatikan sehingga pekerja masih ada juga yang hidup dalam kekurangan. Tujuan pekerja bekerja adalah untuk memperoleh upah sebagai imbalan atas tenaga yang ia keluarkan, dan upah bagi pekerja sebagai akibat dari perjanjian kerja yang merupakan faktor utama, karena upah merupakan sasaran penting bagi pekerja guna menghidupi pekerja dan keluarganya demi kelangsungan hidupnya.

Dua pandangan yang berbeda antara pengusaha dan pihak pekerja mengenai upah yaitu di satu pihak pekerja melihat upah sebagai jaminan hidup karena harus diperoleh setinggi mungkin, sedangkan pihak pengusaha melihat upah sebagai komponen biaya produksi maka upah harus ditekan serendah mungkin. Akibat dari perbedaan pendapat atau pandangan dari kedua belah pihak inilah yang merupakan sumber perselisihan yang sering terjadi. Kedudukan pekerja sebagai individu dalam hubungan kerja masih tergolong lemah, dalam hal ini pekerja sering menuntut perbaikan upah, biasanya hal ini tidak dipenuhi oleh pihak pengusaha. Tuntutan dari pihak pekerja kemungkinan kecil akan berhasil, tetapi keberhasilan itu selalu dibayang-bayangi akan adanya pemecatan dan juga ancaman akan diputuskan hubungan kerjanya apabila pekerja tersebut berbuat di luar kehendak pengusaha yang sudah ditetapkan.

Mulai tanggal 1 Oktober 2005, pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut, dalam suatu perseroan telah menimbulkan banyak permasalahan antara pekerja dengan pengusahanya misalnya mengenai masalah upah/gaji yang dinilai sudah tidak mencukupi kebutuhan hidup para pekerja sehari-hari berhubung dengan kenaikan harga-harga barang yang diakibatkan kenaikan harga BBM tersebut.

PT. Karya Bina Bersama sebagai lingkungan pekerja tertentu, pelaksanaan/penyelenggaraan hubungan kerjanya pun tidak terlepas dari permasalahan. Permasalahannya yang timbul adalah dari kepentingan pihak pengusaha maupun kepentingan pihak pekerja, yaitu masing-masing pihak menuntut agar selalu diperhatikan oleh pihak lainnya dalam hubungan kerja tersebut, walaupun tuntutannya itu menyimpang dari perjanjian kerja yang telah disepakati bersama, karena pekerja menuntut kenaikan gaji yang dinilai sudah tidak mencukupi kehidupan buruh sehari-hari yang diakibatkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang sebetulnya secara hukum hal tersebut tidak dapat dilakukan mengingat para pekerja masih terikat dalam perjanjian kerja selama 2 tahun.

Pengusaha menuntut pekerja agar bekerja dengan semangat penuh karena pengusaha sedang mengejar target dan pengusaha enggan menaikan upah pekerja disebabkan kontrak kerja pekerja tersebut belum berakhir. Dan upaya pengusaha sebelum kenaikan BBM adalah menaikkan upah lembur bagi pekerja-pekerjanya agar para pekerja bekerja dengan semangat penuh. Namun dengan keadaan ekonomi sekarang ini yang serba tidak stabil mempengaruhi semangat kerja para pekerja menjadi menurun drastis akibat harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari juga ikut naik dan menyebabkan penghasilan para pekerja otomatis tidak mencukupi kebutuhan hidup pekerja sehari-hari dan semangat kerja para pekerja juga ikut menurun. Penjualan produk-produk karet yang dalam sebulan kira-kira mencapai ±350 ton/bulannya sebelum kenaikan BBM, menjadi ±300 ton/bulannya akibat kenaikan BBM tersebut. Dan upaya dari pengusaha untuk menghadapi kendala tersebut adalah menjanjikan kenaikan upah pada para pekerja apabila para pekerja mampu bekerja dengan semangat penuh. Hal ini menyebabkan para pekerja bekerja dengan semangat kerja yang menggebu-gebu karena menginginkan upah seperti yang dijanjikan oleh pengusaha. Dengan dipenuhi tuntutan para pekerja yaitu dinaikkan gaji pokok masing-masing pekerja sebesar 10% oleh pengusaha mengakibatkan penjualan bermacam-macam jenis karet yang semula dari bulan Oktober tahun 2005 sampai dengan bulan Desember tahun 2005 yang dalam sebulannya kira-kira mencapai jumlah ± 300 ton akibat kenaikan harga BBM. Dan pada bulan Januari tahun 2006, penjualan berbagai macam jenis karet menjadi sejumlah ±400 ton/bulannya dikarenakan pihak pengusaha menaikkan upah/gaji pokok masing-masing pekerja sebesar 10 %.

Menurut pengamatan penulis bahwa turunnya semangat kerja, banyak faktor yang menjadi penyebabnya, misalnya upah terlalu rendah, insentif kurang terarah, lingkungan kerja fisik yang buruk, lingkungan sosial yang kurang menyenangkan dan masih bermacam-macam sebab lainnya. Tetapi sebetulnya prinsip turunnya semangat kerja disebabkan ketidakpuasan para pekerja baik pada barang material (upah, jaminan sosial fasilitas material) maupun pada bidang non material (penghargaan sebagai manusia, kebutuhan berpartisipasi, harga diri). Bila tidak diketahui sebab-sebab turunnya semangat kerja, maka pemecahan permasalahan yang timbul hanya akan bersifat tambal sulam semata-mata atau hanya pada permukaan/kulitnya.

Dalam hubungan kerja timbul perselisihan antara pihak pengusaha dan pihak pekerja biasanya berpokok pangkal karena ada perasaan-perasaan kurang puas. Pengusaha memberikan kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya sudah baik akan diterima oleh para pekerja, namun para pekerja yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, maka akibatnya kebijaksanaan yang diberikan pengusaha itu menjadi tidak sama, pihak pekerja yang merasa puas akan tetap terus bekerja sedangkan pihak pekerja yang merasa tidak puas akan menunjukkan semangat kerja yang menurun hingga terjadi perselisihan-perselisihan.

Dalam hubungan kerja di PT. Karya Bina Bersama timbullah perselisihan dimana pihak pekerja menuntut kenaikan upah dan pihak pengusaha enggan menaikkan upah pekerja tersebut karena para pekerja masih terikat kontrak kerja selama 2 tahun sehingga timbullah perselisihan. Pengusaha enggan menaikkan upah para pekerja karena melihat ketentuan Pasal 59 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni: “Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun”. Atas dasar itulah pengusaha enggan menaikkan upah pekerja dan apabila upah para pekerja tidak dinaikkan, maka para pekerja akan bekerja dengan semangat yang menurun dan menyebabkan penjualan bermacam-macam jenis karet otomatis akan ikut menurun dan perusahaan tersebut juga akan terancam bangkrut. Upaya pengusaha mengatasi permasalahan yang timbul adalah menjanjikan kenaikan upah terhadap para pekerjanya apabila bekerja dengan semangat penuh. Dengan janji tersebut, para pekerja bekerja dengan semangat penuh dan pada akhirnya menyebabkan penjualan bermacam-macam jenis karet mengalami peningkatan. Karena sesuai dengan janji pengusaha tersebut, maka pengusaha memenuhi janjinya dengan menaikkan upah pokok para pekerja sebesar 10%, meskipun kebijakan pengusaha tersebut bertentangan dengan Pasal 59 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas permasalahan ini dalam satu tulisan Karya Ilmiah dengan judul “Perubahan Perjanjian Kerja Terhadap Status Para Pekerja Waktu Tertentu Setelah Kenaikan Upah (Studi Kasus PT. Karya Bina Bersama).”

B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diangkat penulis adalah bagaimana perubahan perjanjian kerja terhadap status para pekerja waktu tertentu setelah kenaikan upah pada PT. Karya Bina Bersama?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan :
Untuk mengetahui perubahan perjanjian kerja terhadap status para pekerja waktu tertentu setelah kenaikan upah pada PT. Karya Bina Bersama.

Kegunaan :
Keguanaan Teoritis :
Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui status dari pekerja waktu tertentu akibat perubahan perjanjian kerja setelah kenaikan upah.
Kegunaan Praktis :
Agar para pekerja dan pengusaha dapat menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi antara pihak pengusaha dan pekerja sewaktu melangsungkan hubungan kerja.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PERANAN PENYIDIK DALAM MEMBANTU PENYELESAIAN TINDAK PIDANA NARKOBA (Studi di Polres D.I Yogyakarta) (HK-08)

A. Latar Belakang Permasalahan
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal Pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya.


Peningkatan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat-obatan untuk kesehatan, juga digunakan untuk percobaan dan penelitian yang diselenggarakan pemerintah dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan dan mendapat ijin dari Menteri Kesehatan.

Pada era globalisasi ini masyarakat lambat laun berkembang, dimana perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang kadang-kadang proses tersebut terjadi secara tidak seimbang. Dengan kata lain, pelanggaran terhadap norma-norma tersebut semakin sering terjadi dan kejahatan semakin bertambah, baik jenis maupun bentuk polanya semakin kompleks. Perkembangan masyarakat itu disebabkan karena ilmu pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang semakin maju

Dan masyarakat berusaha mengadakan pembaharuan-pembaharuan di segala bidang. Namun kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif, bahkan ada kalanya berdampak negatif. Maksudnya adalah dengan kemajuan teknologi juga ada peningkatan masalah kejahatan dengan menggunakan modus operandi yang canggih. Hal tersebut merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum untuk mampu menciptakan penanggulangannya, khususnya dalam kasus narkotika dan obat-obatan terlarang.

Akhir-akhir ini kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, aparat penegak hukum di harapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.

Diantara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peran penting terhadap adanya kasus tindak pidana narkoba ialah " Penyidik ", dalam hal ini penyidik POLRI, dimana penyidik diharapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap kasus pelanggaran tindak pidana narkoba.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika didalamnya diatur sanksi hukumnya, serta hal-hal yang diperbolehkan, dengan dikeluarkanya Undang-Undang tersebut, maka penyidik diharapkan mampu membantu proses penyelesaian perkara terhadap seseorang atau lebih yang telah melakukan tindak pidana narkoba dewasa ini.
Efektifitas berlakunya Undang-Undang ini sangatlah tergantung pada seluruh jajaran penegak umum, dalam hal ini seluruh intansi yang terkait langsung, yakni penyidik Polri serta para penegak hukum yang lainnya. Disisi lain hal yang sangat penting adalah perlu adanya kesadaran hukum dari seluruh lapisan masyarakat guna menegakkan kewibawaan hukum dan khususnya terhadap Undang-Undang No. 5 tahun 1997 dan Undang-Undang No. 22 tahun 1997. Maka peran penyidik bersama masyarakat sangatlah penting dalam membantu proses penyelesaian terhadap kasus tindak pidana Narkoba yang semakin marak dewasa ini.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas , maka penulis ingin mengupas beberapa Permasalahan yang dijadikan obyek di dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Sampai sejauh mana peranan penyidik dalam menjalankan tugas untuk menangani tindak pidana Narkoba?
2. Bagaimana langkah-langkah penyidik dalam mengungkap masalah terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana Narkoba?
3. Hambatan-hambatan apa yang ditemui para penyidik dalam penyelesaian terhadap pelaku tindak pidana narkoba ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan atau penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui serta mempelajari secara lebih mendalam bagaimana peranan penyidik dalam membantu proses penyelesaian kasus tindak pidana Narkoba.
2. Penulis ingin mengetahui bagaimana penjatuhan sanksi terhadap para pelaku dan pengedar narkoba.
3. Penulis ingin mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi oleh penyidik dalam melaksanakan tugasnya tersebut.
4. Penulis ingin mengetahui sejauh mana peranan penyidik didalam membantu proses penyelesaian kasus tindak pidana narkoba yang terjadi didalam masyarakat.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

AUDIT OPERASIONAL ATAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ROMANCE BEDDING AND FURNITURE (AK-42)

Dewasa ini sering terdengar pernyataan bagaimana menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang dapat bersaing dalam era yang kompetitif. Persaingan d`lam dunia bisnis semakin tajam. Perusahaan-perusahaan sekarang ini memerlukan orang-orang yang kreatif, loyal, inovatif, komunikatif dan produktif. SDM merupakan elemen organisasi yang sangat penting dan berpengaruh terhadap maju tidaknya suatu perusahaan, karena tanpa keikutsertaannya, aktivitas perusahaan tidak akan berjalan. 

Kemampuan manajemen dalam mengelola dan memanfaatkan SDM sangat menentukan perkembangan perusahaan serta mendukung terwujudnya peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja suatu perusahaan. Setiap perusahaan dihadapkan pada kenyataan bahwa keberhasilan usaha bertumpu pada kemampuan bersaing di pasar, sehingga diperlukan upaya peningkatan produktivitas untuk mencapai sasaran perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Penulis memilih PT Romance Bedding and Furniture sebagai objek penelitian karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang cukup berkembang dan telah memiliki pangsa pasar yang cukup luas dan dikenal oleh masyarakat, terbukti dari volume penjualan yang terus meningkat. PT Romance Bedding and Furniture merupakan perusahaan manufakturing yang memproduksi tempat tidur pegas dan memiliki slogan ”Tiga kali lebih sempurna”. 


Hal ini merupakan keyakinan yang berusaha diciptakan dalam memberikan kenyamanan bagi para konsumen. Persaingan yang kian meningkat mengharuskan perusahaan untuk tanggap dalam mengatasi masalah-masalah yang ada, khususnya secara internal yakni SDM, yang merupakan faktor sumber daya yang penting. 

Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan tergantung pada keefektifan dan keefisienan dari para karyawan. PT Romance Bedding and Furniture merupakan perusahaan keluarga, dimana sebagian besar jabatan manajemen puncak dipegang oleh anggota keluarga, sehingga sering menimbulkan masalah yang menyangkut ketidaktaatan pihak manajemen puncak terhadap peraturan, seperti waktu kerja yang kurang disiplin. 

Hal ini membuat para karyawan tidak memiliki semangat dan disiplin kerja yang tinggi, yang secara tidak langsung berdampak pada kesejahteraan kerja para karyawan yang ikut menurun. Segala keputusan mengenai karyawan terletak ditangan pemilik perusahaan, termasuk dalam hal menetapkan jumlah karyawan, yang hanya didasarkan atas perkiraan, hubungan kekerabatan, dan sebagainya, yang menimbulkan ketidaksesuaian antara kualitas dan kuantitas tenaga kerja dengan kebutuhan perusahaan. 

Di sisi lain, perusahaan jarang memberhentikan karyawan, sebagai contoh, karyawan yang mangkir hanya diberikan teguran, dan kurang ditindak dengan tegas atas kelalaian yang dilakukan, sehingga mengakibatkan rendahnya motivasi karyawan untuk lebih disiplin. Hal tersebut di atas menarik untuk dijadikan bahan pembahasan. 

Untuk itu, judul yang dipilih adalah “Audit Operasional atas Manajemen Sumber Daya Manusia pada PT Romance Bedding and Furniture”. Penelitian manajemen SDM yang dilakukan pada PT Romance Bedding and Furniture, ditujukan untuk memberikan rekomendasi, agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan, serta turut memberikan masukan dan menentukan kebijakan di bidang SDM. 

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini

PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SEJAK BERLAKUNYA KEPPRES NOMOR 55 TAHUN 1993 DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT (HK-06)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 45, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk terus bertambah, dan sejalan dengan semakin meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan beragam pula kebutuhan penduduk itu.


Termasuk dalam kegiatan pembangunan Nasional itu adalah pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan untuk kepentingan umum ini harus terus diupayakan pelaksanaannya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin meningkatnya kemakmurannya.

Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti : jaringan/transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya.

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut di atas, memerlukan tanah sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah. Tetapi persoalannya tanah merupakan sumberdaya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan hak (tanah hak), dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.

Pada masa sekarang ini adalah sanfat sulit melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah (pasal 1 Keppres No. 55 tahun 1993).
Kegiatan pengadaan tanah ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda dahulu melalui Onteigenings Ordonnatie (Staatsblad 1920 nomor 574).

Undang-Undang Pokok Agraria sendiri melalui Pasal 16, memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.
Kemudian dikeluarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 1961. Undang-Undang ini mengartikan kepentingan umum secara luas yaitu :
(1) Kepentingan bangsa dan Negara;
(2) Kepentingan bersama dari rakyat; dan
(3) Kepentingan pembangunan (pasal 1).

Selanjutnya menurut Undang-Undang ini kegiatan kepentingan Umum tidak hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan Pemerintah tapi juga oleh swasta, asal usaha itu benar-benar untuk kepentingan umum (lihat penjelasan angka (4) huruf b).
Inpres nomor 9 tahun 1973 beserta lampirannya memberikan pedoman-pedoman dalam pelaksanaan pencabutan hak dan benda-benda yang ada di atasnya, juga memberikan arti kepentingan umum secara luas dengan menambah daftar bidang kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum, namun masih membuka kemungkinan penafsiran lebih lanjut (Pasal 1 ayat 1 dan 2).

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 15 tahun 1975 tidak memberikan batasan yang jelas tentang kepentingan umum, dan berdasarkan Permendagri Nomor 2 tahun 1976 yang dikeluarkan kemudian, ketentuan mengenai acara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah menurut Permendagri nonor 15 tahun 1975, diberlakukan juga untuk kepentingan swasta.
Keluarnya Keppres nomor 55 tahun 1993, membawa pengaturan yang jauh berbeda dengan yang diatur dalam peraturan-peraturan perundangan sebelunnya, baik tentang pengertian kepentingan umum, proses musyawarah maupun tentang bentuk dan cara penentuan besarnya ganti kerugian.

Keppres tersebut menganut pendekatan yang sempit dengan memberikan definisi yang ketat tentang kepentingan umum, diikuti dengan 14 contoh kegiatan yang tidak membuka penafsiran lebih lanjut lagi (Pasal 5(1)).
Keppres ini menentukan tiga kriteria bagi suatu kegiatan untuk dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum yaitu: (1) dilakukan oleh pemerintah; (2) dimiliki oleh pemerintah serta (3) tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Lebih lanjut ditentukan juga bidang-bidang kegiatan yang masuk kategori kepentingan umum dengan kemungkinan Presiden menentukan bidang kegiatan lain di luar yang disebut itu, asal memenuhi tiga kriteria tersebut.
Proses musyawarah juga ditentukan secara tegas yaitu dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah yang memerlukan tanah, dengan dipimpin oleh ketua Panitia Pengadaan Tanah.

Bentuk dan dasar perhitungan ganti kerugian juga ditentukan secara lebih tegas dan lebih adil yaitu didasarkan atas nilai nyata dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan.
Lebih lanjut Keppres ini menentukan bahwa untuk kegiatan kepentingan umum yang memerlukan tanah kurang dari 1 (satu) ha, pengadaan tanahnya dilakukan secara langsung (tanpa melalui Panitia Pengadaan Tanah) oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pedagang hak atas tanah dengan jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak (Pasal 23).
Berlakunya Keppres ini, maka Permendagri nomor 15 tahun 1975, dan nomor 2 tahun 1976 serta nonor 2 tahun 1985 yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan swasta dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 24).
Untuk melaksanakan Keppres tersebut telah dikeluarkan pula Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nonor 1 tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993.
Keppres Nomor 55 tahun 1993 ini sebagai suatu peraturan yang relatif baru, maka perlu sekali dilakukan penelitian, sejauh mana Keppres tersebut dilaksanakan dalam praktek.

Dalam hal ini penulis mengambil Kabupaten Sleman sebagai lokasi penelitian, karena dari hasil pra penelitian yang penulis lakukan, dan berdasarkan informasi dari Pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman bahwa di Kabupaten Sleman telah dilakukan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum berupa sarana tanggul penanggulangan bahaya banjir dan lahar, berdasarkan Keppres No. 55 tahun 1993 meliputi Kecamatan Ngaglik seluas 2,0513 Ha dan Kecamatan Pakem seluas 1,6037 Ha. Sehubungan dengan itu pemberian ganti kerugian kepada para pemilik hak atas tanah yang terkena lokasi pembangunan kepentingan umun pun kenyataannya belun sesuai dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 karena itu perlu dilakukan penelitian, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul : "Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sejak Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman."

B. Perumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman.
b. Bagaimana proses berlangsungnya musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah ?
c. Apakah bentuk ganti kerugian yang diberikan dan apakah dasar yang dipakai daIan penghitungan ganti kerugian tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan Tanah dalam membantu kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman.
b. Untuk mengetahui proses berlangsungnya musyawarah antara instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah.
c. Untuk mengetahui bentuk ganti kerugian yang diberikan dan dasar yang dipakai dalam penghitungan ganti kerugian tersebut.

D. Kegunaan Penelitian
1. Dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum agraria.
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat maupun pemerintah, khususnya aparatur pemerintah pada jajaran Badan Pertanahan Nasional dalan hal pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI STRATEGI ...(AK-20)

1.1. Latar Belakang Permasalahan
Setiap manajer yang mengelola suatu perusahaan, baik itu perusahaan milik negara atau daerah maupun perusahaan swasta berkeinginan agar pengelolaan perusahaan berlangsung dengan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktifitas yang setinggi mungkin. Hal tersebut dipicu oleh adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berkepentingan agar perusahaan dikelola sedemikian rupa sehingga terhindar dari pemborosan dan bisa mencapai tujuan yang diharapkan.

Setiap perusahaan yang bersifat profit oriented bertujuan untuk memperoleh laba yang maksimal dalam menjalankan usahanya, sedangkan perusahaan menghadapi berbagai kendala seperti kelangkaan input berupa dana, daya, sarana dan prasarana sehingga tidak pernah ada alasan apapun yang membenarkan adanya inefisiensi dalam pengelolaan input tersebut.

Dalam kenyataannya, seringkali tujuan perusahaan untuk mencapai produktifitas maksimal tersebut terhambat oleh praktik-praktik kecurangan (fraud) yang terjadi didalam perusahaan. Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya lewat penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, pengiriman material dengan kualitas yang tidak sesuai, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli, atau besarnya kredit pelanggan. The Institute of Internal Auditor di Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh orang diluar atau dalam organisasi.

Penelitian ini menitikberatkan pada kecurangan yang dilakukan oleh pihak didalam perusahaan, baik itu karyawan maupun manajemen. Perusahaan kecil maupun perusahaan besar, milik negara atau daerah maupun swasta tidak kebal terhadap pencurian dan kecurangan. Akan tetapi, seringkali pemilik perusahaan-perusahaan yang tidak begitu besar tidak percaya bahwa hal itu bisa terjadi kepada mereka, padahal perusahaan tersebut juga rentan terhadap adanya praktik pencurian dan kecurangan. Perusahaan-perusahaan dengan skala yang tidak begitu besar biasanya mempunyai karyawan yang tidak terlalu banyak, sehingga masih kurang dalam hal pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang melakukan kecurangan dalam perusahaan biasanya tidak tampak seperti seorang pencuri. Mereka biasanya adalah karyawan-karyawan lama yang telah memperoleh posisi dan kepercayaan. Bahkan, pada perusahaan dengan sistem dan prosedur yang baik sekalipun, praktik kecurangan ini bisa terjadi karena faktor-faktor manusiawi dimana setiap manusia pada kondisi tertentu berpotensi untuk berbuat menyimpang, disamping karena faktor-faktor yang berasal dari perusahaan itu sendiri.

Aktivitas semua fungsi di perusahaan berpengaruh besar terhadap keberhasilan perusahaan dan salah satunya adalah fungsi pembelian. Fungsi pembelian merupakan fungsi yang dianggap sangat penting karena mempengaruhi berbagai jenis pelaksanaan pada bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. Dalam berbagai perusahaan, fungsi pembelian merupakan permulaan dari proses usaha. Dalam suatu proses produksi perusahaan memerlukan bahan mentah dan atau bahan baku. Pengalaman banyak perusahaan menunjukkan bahwa biaya untuk menghasilkan suatu produk mungkin mencapai sekitar lima puluh persen dari harga jual produk. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi pembelian dapat menjadi sumber pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik dan sebaliknya merupakan sumber penghematan yang akan memperbesar laba perusahaan apabila dilakukan dengan teliti dan cermat. Fungsi pembelian juga meliputi semua pengadaan barang yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Siagian (2001:209) mengatakan bahwa jika diterima pendapat bahwa fungsi pembelian merupakan salah satu fungsi terpenting dalam kehidupan suatu perusahaan dan bahwa seluruh aspek kegiatan pembelian harus terselenggara dengan tingkat efisiensi yang setinggi mungkin, berarti harus pula diterima pandangan bahwa audit fungsi pembelian wajar dan tepat dijadikan salah satu sasaran audit. Pada intinya dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan proses audit dengan menjadikan fungsi pembelian sebagai sasarannya berorientasi pada pencarian dan penemuan fakta dan informasi tentang seluruh kegiatan pembelian. Informasi yang terungkap akan digunakan oleh manajemen puncak sebagai masukan untuk pengambilan keputusan, bukan hanya tentang penyelenggaraan fungsi pembelian di masa yang akan datang melainkan juga pada berbagai kegiatan lain yang terjadi karena dilakukannya pembelian tertentu.

Kecurangan yang terjadi pada fungsi pembelian akan mengakibatkan perusahaan tidak bisa mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien sehingga bisa merugikan perusahaan dalam jumlah besar. Contoh-contoh kecurangan yang mungkin dilakukan oleh bagian pembelian adalah membayar tagihan palsu yang dibuat sendiri, memperbesar jumlah faktur pemasok, membebankan pembelian pribadi pada perusahaan, dan yang paling sering terjadi adalah mengijinkan pemberian harga khusus atau hak khusus pada konsumen, atau memprioritaskan pemasok tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan uang suap (kickback). Kasus-kasus yang terungkap beberapa waktu ini, memperlihatkan bahwa sebagian besar kecurangan terjadi pada bagian logistik atau pengadaan barang. Kasus-kasus yang terungkap tersebut sebagian besar berasal dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dimana terjadi over-invoice/over-price untuk manipulasi harga yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi bagi pihak-pihak pelaksana transaksi.

Sudah sejak lama audit digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha. Pada era Revolusi Industri, seiring dengan perkembangan industri manufaktur, para pemilik perusahaan mulai menggunakan jasa manajemen dari pihak luar untuk menjalankan perusahaan. Dengan adanya pemisahan antara pemilik dan manajemen tersebut, maka pemeriksaan oleh auditor lebih menekankan pada bagaimana menjaga pemilik perusahaan dari bahaya kecurangan yang kemungkinan dilakukan oleh manajer dan karyawan. Pada awal pertengahan abad ke-20, tujuan dari pekerjaan audit mulai bergeser dari untuk mendeteksi kecurangan menjadi untuk menentukan apakah laporan keuangan sudah memberikan gambaran yang lengkap dan wajar mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan posisi keuangan. Pergeseran ini sebagai respon terhadap peningkatan jumlah pemegang saham dan entitas perusahaan yang menjadi semakin besar. Profesi akuntansi juga merasakan bahwa audit yang dibuat untuk menemukan kecurangan terlalu banyak memakan biaya, sementara saat itu sudah terjadi peningkatan dalam hal penggunaan sampling dan pengendalian internal untuk pelaksanaan pekerjaan audit. Pengendalian internal yang baik dan surety bonds dianggap lebih baik sebagai alat proteksi kecurangan dibandingkan audit. Namun, pada awal tahun 1960an pendeteksian terhadap kecurangan yang material memperoleh porsi yang besar dalam proses audit.

Hal ini antara lain disebabkan karena tekanan kongres untuk tanggung jawab yang lebih besar terhadap kecurangan maaterial, adanya cukup banyak perkara hukum yang disebabkan kecurangan manajemen yang tidak terdeteksi oleh auditor independen dan keyakinan akuntan publik bahwa audit diharapkan untuk bisa mendeteksi adanya kecurangan yang material. Selanjutnya, pada awal 1990an terjadi peningkatan permintaan atestasi oleh Akuntan Publik terhadap asersi manajemen mengenai ketaatan manajemen terhadap hukum dan peraturan serta efektivitas dari pengendalian internal.
Pemeriksaan (audit) manajemen merupakan suatu pengujian yang independen atas bukti yang obyektif, yang dilakukan oleh personil yang kompeten, untuk menentukan apakah manajemen mampu membantu perusahaan mencapai kebijakan dan tujuannya, memenuhi kewajiban kontraktual dan legal, mempunyai sistem manajemen yang diintegrasikan untuk melakukannya sedemikian dan secara efektif mengimplementasikan sistem tersebut.

Pemeriksaan manajemen (management audit) berbeda dengan pemeriksaan keuangan, sedangkan dalam hal-hal tertentu pemeriksaan ini sama dengan pendekatan pemeriksaan operasional (Hamilton 1986:1). Tujuan utama pemeriksaan keuangan adalah untuk membuktikan kewajaran keadaan keuangan perusahaan selama periode tertentu, sedangkan pemeriksaan operasional dimaksudkan untuk mengevaluasi sumber-sumber yang dapat melengkapi data keuangan dan untuk menentukan apakah transaksi-transaksi utama sudah dikendalikan dengan tepat sehingga mereka menyuplai data yang akurat dan dapat dipercaya. Tujuan dari pemeriksaan manajemen secara keseluruhan adalah untuk mengevaluasi keberhasilan dan efisiensi pada perusahaan, yang lingkupnya bisa juga dibatasi pada suatu bagian tertentu atau fungsi dari organisasi. Pemeriksaan manajemen menurut Hamilton juga bisa digunakan untuk mengenal tanda-tanda bahaya bagi perusahaan.

Kebanyakan organisasi mempunyai alat untuk melakukan pemeriksaan keuangan oleh kelompok audit internal, akan tetapi masih sedikit perusahaan yang melakukan pemeriksaan manajemen. Pemeriksaan manajemen berpandangan kedepan untuk melihat seberapa baik manajemen mencapai tujuannya dan untuk melihat kesulitan operasional sebelum fakta. Pemeriksaan manajemen yang dilakukan secara periodik dapat menunjukkan masalah ketika masalah tersebut masih berskala kecil. Pemeriksaan manajemen juga merupakan alat manajemen untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan pemeriksaan manajemen maka hambatan-hambatan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah organisasi selama ini sudah diselenggarakan dan dikelola secara efisien dan efektif dapat terjawab, sehingga apabila ditemukan hal-hal yang sekiranya tidak sesuai dapat segera dilakukan tindakan korektif dan rekomendasi untuk pemecahan masalah.
Tanggung jawab utama terhadap kecurangan yang terjadi didalam perusahaan adalah pada manajemen perusahaan. Lewat pemeriksaan manajemen, dilakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal yang ada untuk kemudian menentukan langkah yang diperlukan atau rekomendasi dalam mengatasi kelemahan sekaligus mencegah tindakan curang yang dilakukan baik oleh pihak intern maupun ekstern.

Sebagian besar kecurangan biasanya ditemukan secara tidak sengaja atau kebetulan, melalui informan, atau selama audit. Apabila pemeriksaan manajemen ini dilakukan oleh seorang internal auditor, maka ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kecurangan dan dapat mengidentifikasi indikator kemungkinan terjadinya kecurangan. Untuk selanjutnya bukanlah tanggungjawab internal auditor untuk melakukan investigasi atau penyelidikan terhadap kecurangan tersebut, karena ada audit khusus untuk penyelidikan yang lebih mendalam terhadap kecurangan. Akan tetapi, lewat pemeriksaan manajemen yang dilakukan secara perodik sesuai dengan kebutuhan manajemen, setidaknya praktik-praktik kecurangan bisa terdeteksi lebih awal, tidak perlu menunggu kecurangan tersebut menjadi material, sehingga perlu melakukan audit khusus untuk melakukan penyelidikan terhadap kecurangan yang tentunya akan memakan banyak biaya dan waktu.

Selama ini kasus-kasus yang sering terungkap mengenai kecurangan terjadi pada BUMN/BUMD dan pemeriksaan non keuangan memang lebih dikenal pada BUMN/BUMD seperti dikatakan oleh Karni (2000:7) bahwa audit khusus sudah dikenal luas dalam BUMN/BUMD maupun di lingkungan APBN/APBD. Tuntutan untuk melakukan management audit sendiri lebih banyak ditujukan kepada sektor publik, seperti yang dikatakan oleh Sjamsuddin (1995) bahwa sebagai bentuk pengendalian dan pengawasan BUMN/BUMD pada era globalisasi pemeriksaan manajemen (management audit) harus ditingkatkan, misalnya terhadap kegiatan atau segmen yang tidak mencapai sasaran atau secara potensial telah menyebabkan kerugian atau masih dapat ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya. Arifin (2000) juga mengungkapkan bahwa tuntutan untuk melakukan value for money audit pada sektor publik mendesak seiring dengan adanya perubahan, tatanan politik, ekonomi, serta sosial di Indonesia. Pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), seperti dikutip oleh Zuhroh (2001) menyarankan kepada pemerintah agar melakukan management audit terhadap PT KAI. Menyoroti kinerja manajemen PT Pertamina, seperti yang diungkapkan oleh Widyahartono (2005), pimpinan DPR meminta laporan audit dari Departemen Keuangan tidak hanya audit finansial tapi justru sepatutnya audit manajemen secara menyeluruh.

Berdasarkan hal-hal yang sudah dibahas diatas penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Mengapa pemeriksaan manajemen dan bukan pemeriksaan keuangan? Sebab pemeriksaan keuangan lebih berfokus pada aspek-aspek keuangan khususnya pada pemberian opini akuntan publik terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, dan lebih ditujukan kepada kepentingan pihak eksernal perusahaan. Pemeriksaan manajemen dimaksudkan untuk menilai kinerja organisasi berdasarkan efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi. Kinerja tersebut bisa dibatasi hanya pada suatu fungsi tertentu dalam organisasi, dalam hal ini fungsi pembelian karena penulis melihat fungsi pembelian sebagai area yang rawan terhadap kecurangan yang sulit terdeteksi lewat pemeriksaan keuangan. Efektifitas yang diharapkan perusahaan bisa terhambat karena adanya praktek kecurangan. Perlu adanya deteksi terhadap adanya kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan dan pencegahan kecurangan-kecurangan yang material agar tidak menjadi semakin besar. Sampel badan-badan usaha yang dianalisa dibatasi untuk wilayah propinsi Jawa Timur.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan persepsi antara manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian?”

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

penerapan Activity Based Costing untuk meningkatkan akurasi dalam perhitungan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan pengecatan (AK-21)

1.1 Latar Belakang
Tujuan suatu perusahaan adalah untuk dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta dapat meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu dimana ketiganya adalah pedoman menuju arah strategis semua organisasi bisnis. Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, menuntut setiap perusahaan untuk lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam persaingan global.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan efisiensi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, agar perusahaan dapat mengelola usahanya dengan efektif dan efisien membutuhkan sistem informasi yang sistematik untuk dapat terus bertahan guna menghadapi persaingan global yang pesat dan kompleks.

Perusahaan jasa khususnya perusahaan jasa konstruksi adalah salah satu yang juga harus bersaing dalam persaingan global yang semakin lama semakin pesat perkembangannya guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan jasa konstruksi adalah perusahaan yang berbeda dengan perusahaan jasa lainnya. Hal ini disebabkan adanya karakteristik yang khas yaitu terletak pada ukuran periode akuntansi yang umumnya lebih dari satu periode akuntansi atau lebih dari satu tahun. Di lain pihak, perusahaan harus menyediakan informasi mengenai posisi keuangan yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu satu tahun atau satu periode akuntansi.

Melihat kondisi diatas, agar perusahaan jasa konstruksi dapat menyajikan jumlah laba yang wajar, maka dalam proses penyusunan laporan keuangan perlu melakukan proses mempertemukan antara pendapatan dan pembebanan biaya-biaya. Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting dalam hal ini. Akuntansi biaya memiliki fungsi untuk menyajikan secara rinci informasi tentang pendapatan yang diperoleh dengan berbagai biaya sumber daya yang dikonsumsi untuk menyelesaikan satu pesanan. Salah satu bentuk informasi penting dalam operasi perusahaan antara lain berupa informasi harga pokok produksi.Yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan manajerial. Harga pokok produksi atau dalam perusahaan jasa konstruksi lebih dikenal dengan istilah harga pokok konstruksi terdiri dari tiga macam biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Perhitungan harga pokok konstruksi yang akurat merupakan hal yang penting terutama bagi perusahaan jasa konstruksi yang proses produksinya berdasarkan pesanan yang berbeda-beda. Perhitungan harga pokok konstruksi berkaitan dengan sistem akuntansi biaya yang digunakan oleh perusahaan.

Dalam functional based system atau sistem tradisional, perhitungan biaya didasarkan asumsi bahwa produk individual menyebabkan timbulnya biaya. Dengan asumsi seperti diatas, sistem tradisional membebankan biaya ke produk berdasarkan konsumsi biaya yang berhubungan dengan jumlah unit yang diproduksi. Apabila kita menghitung biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, hal ini tidak menjadi masalah jika menggunakan sistem tradisional. Namun, akan menjadi masalah jika kita menghitung biaya overhead. Dalam sistem tradisional, biaya overhead diasumsikan proporsional dengan dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun pada kenyataannya banyak sumber daya-sumber data atau biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas yang tidak berhubungan dengan volume produksi. Sehingga, sistem tradisional tidak lagi sesuai dengan kondisi perusahaan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, apalagi perusahaan dituntut untuk menyelesaikan pesanan sesuai dengan permintaan pelanggan yang pasti berbeda antara pelanggan yang satu dengan yang lain.

Sistem tradisional tidak dapat menunjukkan berapa biaya yang sesungguhnya dikonsumsi dalam tiap pesanan yang dikerjakan oleh perusahaan. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan khususnya perusahaan jasa konstruksi yang mengerjakan berbagai jenis pesanan dari pelanggan yang berbeda-beda. Alokasi biaya dengan sistem ini mengakibatkan penyimpangan karena tiap pesanan atau produk tidak mengkonsumsi biaya overhead secara proporsional terhadap unit yang diproduksi. Kondisi seperti ini mengakibatkan kekeliruan dalam perhitungan harga pokok konstruksi yang berimbas pada strategi penetapan harga jual, keputusan manajerial yang tepat, alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan hilangnya keunggulan kompetitif.

Untuk mengatasi kelemahan sistem tradisional, maka digunakan metode perhitungan biaya produksi berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing (ABC) yang akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead yang lebih akurat. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas diperkenalkan dan didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, ABC memiliki penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Perhitungan biaya produk tradisional menelusuri hanya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC mengakui bahwa banyak biaya-biaya lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output. Dengan demikian, penggunaan metode Activity Based Costing ini akan mampu memberikan informasi harga pokok konstruksi yang lebih akurat.

PT “ X “ yang berada di Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, dimana aktivitas yang dilakukan berdasarkan pesanan yang diterima dari pemberi proyek. PT “X” terlebih dahulu menentukan pelaksana yang akan bertugas melaksanakan jalannya proyek. Pelaksana yang ditunjuk kemudian mengestimasi bahan-bahan, mengestimasi jumlah tenaga kerja serta biaya-biaya yang diperkirakan akan timbul saat proyek dilaksanakan. Hasil estimasi tersebut dipergunakan sebagai anggaran biaya proyek. Dengan demikian, setiap proyek memiliki volume, tingkat kompleksitas, dan karakteristik yang berbeda-beda. Maka dari itu perusahaan membutuhkan suatu metode perhitungan harga pokok konstruksi yang dapat membebankan biaya tidak langsung (biaya overhead) dengan lebih tepat sehingga akan memberikan informasi mengenai harga pokok konstruksi yang lebih akurat. Kebutuhan informasi yang lebih akurat terkait dengan usaha perusahaan yang dimaksudkan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam persaingan global yang semakin kompleks, khtsusnya dalam proyek pelaksanaan pengecatan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana penerapan Activity Based Costing untuk meningkatkan akurasi dalam perhitungan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan pengecatan perusahaan jasa konstruksi PT “ X “ di Surabaya?”

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

TINJAUAN PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI PENGUKUR PRESTASI MANAJER PUSAT LABA PADA PT. COLUMBINDO PERDANA SUB CABANG DKI (AK-18)

A. Alasan Pemilihan Judul
Persediaan merupakan barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau diproses lebih lanjut menjadi barang untuk dijual. Perusahaan dagang maupun perusahaan industri pada umumnya mempunyai persediaan yang jumlah, jenis serta masalahnya tidaklah selalu sama antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa hampir pada semua perusahaan, persediaan merupakan harta milik perusahaan yang cukup besar atau bahkan terbesar jika dibandingkan dengan harta lancar lainnya. dan persediaan juga merupakan elemen yang paling banyak menggunakan sumber keuangan perusahaan yang perlu disediakan agar perusahaan dapat beroperasi secara layak sebagaimana mestinya.

Begitu pentingnya peranan persediaan dalam operasi perusahaan sehingga perlu diadakan metode penilaian persediaan yang tepat untuk memperoleh hasil usaha yang sesuai dengan periode pembukuannya. Selain itu manajemen perusahaan juga perlu mempunyai sistem pengendalian intern yang baik yang dapat menjalin keamanan persediaan milik perusahaan itu sendiri. Dengan adanya pengendalian intern maka akan segera diketahui pada ketidakberesan dalam perusahaan. Disamping itu, persediaan juga mempunyai aspek ganda yaitu disajikan dalam bentuk neraca atau merupakan persediaan neraba sebagai aktiva perusahaan juga disajikan dalam perhitungan rugi laba sebagai elemen harga pokok. Oleh karena itu kesalahan dalam menentukan nilai persediaan, bukan saja akan mengakibatkan kesalahan dalam pos neraca, akan tetapi juga dalam pos rugi laba perusahaan baik untuk periode sekarang maupun untuk periode selanjutnya. Dan pada akhirnya, pembaca laporan keuangan tersebut akan keliru atau salah dalam menafsirkan keadaan posisi keuangan perusahaan tersebut.

Demikian pula halnya pada PT. Vedem Putra Sakti dimana fungsi persediaan sangat mempengaruhi terhadap operasi-operasinya. Kegagalan atas pencatatan persediaan akan berakibat kerugian pula terhadap perusahaan.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, telah mendorong penulis untuk memilih masalah pengendalian intern sebagai obyek penulisan skripsi, khususnya pada PT. Vedem Putra Sakti dengan judul “PEMERIKSAAN PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN PADA PT. VEDEM PUTRA SAKTI”.


B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
Oleh karena siklus akuntansi persediaan cukup luas jangkauannya maka penulis hanya akan membahas mengenai persediaan barang dagang saja, yaitu teknik pemeriksaan persediaan yang dilakukan oleh PT. Vedem Putra Sakti dari hasil produksi sampai dengan penjualan ke konsumen.

Masalah-masalah yang sering kali dihadapi dalam persediaan, dan yang perlu untuk kita bahas, diantarannya yaitu :
1. Terhentinya proses produksi, karena kurangnya persediaan bahan baku pada waktu dibutuhkan.
2. Kerusakan terhadap persediaan.
3. Penyelewengan dan pencurian yang kemungkinan besar akan terjadi.
Masalah-masalah itu menarik untuk dibahas lebih lanjut dan membutuhkan suatu penelitian khusus untuk hal tersebut di atas.

C. Metode Penelitian
Dalam rangka mempersiapkan penyusunan skripsi, metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data, fakta dan keterangan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas, maka penulis melakukan penelitian dengan cara :
1. Penelitian Perpustakaan (Library Research)
Didalam penelitian ini penulis mempelajari masalah berdasarkan atau bersumberkan pada literatur, teori-teori dan buku-buku yang berada dalam perpustakaan. Penelitian yang dilakukan ini, dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan maupun data secara teoritis untuk penyusunan skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pada metode ini dilakukan riset pada PT. Vedem Putra Sakti dan data-data diperoleh melalui :
a. Wawancara (Interview)
Yaitu mengadakan wawancara langsung kepada para pimpinan perusahaan serta staf yang berkompeten dalam perusahaan untuk memperoleh data yang diperlukan oleh penulis.

b. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan pengembangan dan pengelolaan perusahaan, sehingga dengan demikian data yang diperoleh akan lebih obyektif. Selanjutnya dengan data yang diperoleh dari hasil library research dan field research tersebut akan dipakai penulis sebagai bahan materi penulisan.

D. Sistematika Penulisan
Sebagaimana gambaran umum dalam penyusunan skripsi ini sesuai dengan judul, penulis menyusun pembabakannya dari ringkasan setiap isi, dan bab per bab yang dibagi dalam lima bab yang diawali dari :

BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan alasan pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, metode penelitian data guna penyusunan skripsi ini dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai pengertian pengendalian intern, pengertian dan penggolongan persediaan, evaluasi pengendalian intern dan pencatatan persediaan kertas kerja pemeriksaan dan laporan pemeriksaan persediaan.

BAB III : TINJAUAN UMUM PADA PT. VEDEM PUTRA SAKTI
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang sejarah berdirinya PT. Vedem Putra Sakti, struktur organisasi dan uraian tugas dan bidang usaha perusahaan.

BAB IV : PEMERIKSAAN PENGENDALIAN INTERN
Dalam bab ini penulis membahas tentang prosedur penerimaan dan pengeluaran persediaan, evaluasi pengendalian intern persediaan, kertas kerja pemeriksaan serta laporan persediaan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas serta saran-saran yang dianggap perlu dalam usaha menuju perbaikan dan kesempurnaan.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PERANAN CONTROLLER DALAM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PENJUALAN PADA PT. UNITED TRACTORS TBK (AK-19)

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini negara Indonesia mengalami situasi perekonomian yang tidak menentu. Hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi di Indonesia yang terpuruk dalam berbagai masalah krisis yang berkepanjangan terutama di bidang ekonomi. Akibat yang timbul dari situasi perekonomian yang tidak menentu ini diantaranya banyak sekali lembaga-lembaga keuangan yang dilikuidasi dan perusahaan-perusahaan yang menutup kegiatan operasional perusahaannya karena mengalami kerugian terus-menerus.

Perusahaan-perusahaan yang masih exist atau berdiri saat ini, berusaha mempertahankan kegiatan operasional perusahaannya dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menyediakan barang dan jasa sesuai dengan selera dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena perusahaan hanya dapat tetap berdiri, bila barang dan jasa yang telah diberikan pada masyarakat dapat dimanfaatkan dan perusahaan memperoleh balas jasa dari masyarakat yang menggunakan produk yang ditawarkan perusahaan itu. Jika tujuan tersebut tidak tercapai, maka perusahaan akan kehilangan sumber dana dari masyarakat dan modal perusahaan berangsur-angsur lemah, sehingga perusahaan tidak mempunyai kedudukan yang kuat untuk melakukan persaingan dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya dalam suatu industri di pasaran.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu, perusahaan memanfaatkan pasar sebagai sarana untuk menjual produk yang dihasilkan, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang merupakan tujuan perusahaan pada umumnya. Untuk mencapai tujuan itu perusahaan harus bersaing dengan ketat untuk merebut konsumen dari perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Manajemen perusahaan berkewajiban memanage seluruh kegiatan operasional perusahaan, mengkoordinasikan dan mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas dengan baik secara ekonomis, efektif dan efisien.

Dalam melakukan hal itu controller dapat membantu manajemen khususnya dalam melakukan perencanaan dan pengendalian. Perencanaan dan pengendalian amat berperanan penting dalam keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya. Perencanaan harus dilakukan agar dalam melaksanakan operasional perusahaan terarah sehingga tujuan mudah tercapai, sedangkan pengendalian juga penting untuk dilaksanakan agar didapat kepastian bahwa operasi perusahaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada perusahaan industri dan perdagangan, berbagai macam kegiatan operasi perusahaan harus direncanakan dan dikendalikan agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan, khususnya menyangkut perencanaan dan pengendalian terhadap penjualan karena berkaitan dengan peningkatan pendapatan perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Perencanaan dalam penjualan dapat dikatakan sebagai kegiatan untuk membuat anggaran penjualan, metode penjualan apa yang akan dilakukan agar permintaan masyarakat bertambah, syarat-syarat apa yang perlu ditetapkan dalam melakukan penjualan dan kebijaksanaan perusahaan dalam menetapkan harga yang bersaing dengan produk sejenis lainnya.

Kemudian pengendalian dalam penjualan dapat diartikan sebagai suatu studi dan analisis atas kegiatan penjualan, kemudian membandingkan rencana dengan realisasinya serta kebijaksanaan apa yang diambil perusahaan sebagai tindak lanjut untuk memperoleh volume penjualan yang dikehendaki, dengan biaya yang wajar, agar menghasilkan laba. Pada umumnya perencanaan dan pengendalian penjualan di perusahaan dilakukan oleh controller. Dimana controller menetapkan perencanaan berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya dari kegiatan penjualan tahun lalu.

Sehubungan dengan ini, informasi-informasi yang diperoleh itu harus diinterprestasikan, agar mudah untuk dipahami. Dari informasi yang telah dikumpulkan dan dipaparkan, selanjutnya akan dijadikan sebagai salah satu dasar didalam pengambilan keputusan untuk kegiatan perusahaan selanjutnya sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Dengan demikian controller dapat merencanakan kegiatan penjualan selanjutnya berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya. Kemudian controller mengendalikan pejualan tersebut agar tidak melewati batas yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dari hal itu dapat terlihat dengan jelas betapa luas dan berpengaruhnya seorang controller dalam kegiatan operasional perusahaan. Dan penulis memilih untuk melakukan riset di PT. United Tractors Tbk, karena PT ini bersedia membimbing penulis untuk melakukan riset di perusahaannya.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perencanaan dan pengendalian penjualan. Penelitian yang akan dilakukan penulis mengenai peranan controller dalam penjualan itu sendiri. Dan dari hasil penelitian itu penulis mengambil judul “PERANAN CONTROLLER DALAM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PENJUALAN PADA PT. UNITED TRACTORS TBK. ”

B. Perumusan Masalah
Mengingat pentingnya peranan controller dalam perencanaan dan pengendalian penjualan pada PT. United Tractors Tbk, maka penulis mencoba merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah PT United Tractors Tbk melakukan perencanaan dan pengendalian terhadap penjualan?
2. Apakah controller mempunyai peranan penting dan bermanfaat dalam perusahaan, terhadap perencanaan dan pengendalian penjualan PT. United Tractors Tbk?
3. Bagaimana kebijaksanaan yang diambil perusahaan dalam menghadapi perbedaan yang terjadi antara rencana dan realisasi penjualan.

C. Batasan Masalah
Untuk mempermudah dalam penentuan luas atau scope dari pembahasan masalah mengenai perencanaan dan pengendalian penjualan, maka masalah yang akan dibahas penulis pada penulisan skripsi ini terbatas ruang lingkupnya pada berikut ini:
1. Mengingat kegiatan penjualan PT United Tractors Tbk meliputi penjualan di berbagai daerah, maka penulis menitikberatkan penjualan di Jakarta.
2. Jenis penjualan PT United Tractors Tbk mencakup unit dan spare part, maka penulis menitikberatkan pada jenis penjualan unit.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mencari jawaban yang tepat terhadap masalah-masalah yang telah penulis kemukakan di bagian perumusan masalah. Dan penulis juga ingin mengetahui apakah peranan controller di dalam Perseroan itu tugasnya independen atau dirangkap oleh bagian lainnya.
Tujuan lainnya yaitu penulis ingin menyelesaikan penyusunan skripsi sesuai dengan kenyataan dan berlandaskan ilmiah sehingga karya tulis ini mempunyai manfaat bagi semua pihak.

E. Metodologi Penelitian
Seperti halnya setiap pembahasan, maka penelitian sangat perlu dilakukan untuk memperoleh data-data agar dapat dianalisa untuk mencapai tujuan penulisan skripsi. Dalam menyusun skripsi ini penulisannya penulis dasarkan pada landasan ilmiah yang penulis dapatkan selama di bangku kuliah, di pustaka ditambah dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui riset di PT. United Tractors Tbk.

Dalam mengadakan riset, penulis mempergunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan
Dalam melakukan penelitian kepustakaan, penulis sedapat mungkin mencari bahan-bahan selengkapnya baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan peranan controller dalam perencanaan dan pengendalian penjualan. Disamping itu penulis membaca tulisan-tulisan yang ada hubungannya dengan penjualan kemudian dituangkan dalam skripsi ini. Penelitian kepustakaan merupakan penelitian untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang cukup kuat dengan membaca buku-buku, literatur-literatur, dan diktat-diktat kuliah sehingga dapat digunakan sebagai pegangan dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data dan informasi fakta-fakta yang sebenarnya yang dijumpai di lapangan dengan melakukan wawancara, mengajukan pertanyaan serta observasi langsung pada perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian.

F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data dalam rangka penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan studi, guna memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan juga untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dalam bidang usaha yang dilaksanakan baik untuk sekarang maupun yang akan datang.
Oleh karena itu penulisan skripsi ini juga merupakan latihan bagi mahasiswa dalam membuat karya tulis ilmiah untuk membandingkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui riset di lapangan. Suatu usaha atau aktivitas tentunya mempunyai tujuan, begitu pula halnya dengan penelitian.

Penelitian dapat diartikan dan dipandang sebagai usaha atau aktivitas yang mempunyai tujuan untuk memecahkan suatu masalah dengan mempergunakan data-data ilmiah. Jadi tujuan penelitian dan hasil yang diharapkan itu adalah:
1. Untuk membandingkan antara teori ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada pada perusahaan.
2. Dengan terwujudnya skripsi ini mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi perusahaan serta bagi rekan-rekan mahasiswa yang memperdalam Ilmu Pengetahuan Controllership.

G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai pembahasan skripsi, maka penulis uraikan dalam 5 bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORITIS
Pada bab ini berisikan landasan teoritis yang membahas 2 pokok permasalahan yaitu perencanaan dan pengendalian. Yang akan dibahas penulis mengenai perencanaan penjualan adalah perencanaan anggaran penjualan, metode penjualan, syarat penjualan dan kebijaksanaan penetapan harga. Dalam pengendalian penjualan yang akan dibahas adalah pelaksanaan penjualan, pencatatan dan pelaporan penjualan, analisa perbandingan rencana dan realisasi penjualan, serta kebijaksanaan perusahaan terhadap perbedaan yang terjadi antara rencana dan realisasi penjualan.

BAB III TINJAUAN DATA PADA PT. UNITED TRACTORS TBK
Dalam bab ini pembahasan dibedakan menjadi 2 yaitu data umum dan data khusus. Dalam data umum akan dibahas mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi perusahaan, serta ruang lingkup bidang usahanya. Dalam data khusus, penulis akan menguraikan hasil riset yang telah dilakukan di PT United Tractors Tbk, mengenai pencatatan dan pengendalian penjualan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis melakukan analisa dan pembahasan antara teori yang diperoleh dengan riset yang telah dilakukan di PT United Tractors Tbk, mengenai perencanaan dan pengendalian penjualan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil riset yang dilakukan. Kemudian berdasarkan kesimpulan tersebut penulis mencoba memberikan saran-saran yang mungkin bermafaat bagi perusahaan.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTEK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEJ (AK-17)

1.1 Latar Belakang Masalah
Earnings atau laba merupakan komponen keuangan yang menjadi pusat perhatian sekaligus dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya digunakan untuk menilai kinerja perusahaan ataupun kinerja manajer sebagai dasar untuk memberikan bonus kepada manajer, dan juga digunakan sebagai dasar penghitungan penghasilan kena pajak. Manajemen laba merupakan hal yang perlu dipahami oleh akuntan karena akan meningkatkan pemahaman mengenai kegunaan informasi net income, baik yang dilaporkan kepada investor, kreditor, maupun fiskus.

Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba.

Sampai saat ini manajemen laba merupakan area yang paling kontroversial dalam akuntansi keuangan. Pihak yang kontra terhadap manajemen laba seperti investor, berpendapat bahwa manajemen laba merupakan pengurangan keandalan informasi laporan keuangan sehingga dapat menyesatkan dalam pengambilan keputusan. Di lain sisi pihak yang pro terhadap manajemen laba seperti manajer, menganggap bahwa manajemen laba merupakan hal yang fleksibel untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian yang tidak terduga.

Manajemen laba sebagai suatu fenomena dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang menjadi pendorong timbulnya fenomena tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Watt dan Zimmerman sebagaimana dikutip Sugiri (1998) membagi motivasi manajemen laba menjadi tiga, yaitu bonus plan hypothesis, debt to equity hypothesis, dan political cost hypothesis. Hipotesis bonus plan menyatakan bahwa manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Debt to equity hypothesis menyebutkan bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba. Adapun political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) dalam Rahmawati dkk. (2006) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Fleksibelitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.

Variabel lain yang berkorelasi dengan manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Mpaata dan Sartono (1997) mengatakan bahwa besaran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang ditentukan dari jumlah total asset yang dimiliki perusahaan. Penelitian Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Selain itu semakin besar perusahaan, semakin banyak estimasi dan penilaian yang perlu diterapkan untuk tiap jenis aktivitas perusahaan yang semakin banyak

Penelitian yang akan dilakukan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati dkk. (2006). Mereka melakukan penelitian mengenai pengaruh asimetri informasi terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan perbankan publik yang terdaftar di BEJ. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel independen yang digunakan. Peneliti sebelumnya hanya menggunakan asimetri informasi sebagai variabel independennya, oleh karena itu, penulis menambahkan ukuran perusahaan sebagai variabel independen selain asimetri informasi. Selain itu peneliti sebelumnya menggunakan perusahaan perbankan publik yang terdaftar di BEJ sebagai sampel sedangkan penulis menggunakan perusahaan manufaktur yang go public di BEJ sebagai sampel

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba?

1.3 Pembatasan Masalah
Terdapat banyak faktor yang bisa mempengaruhi manajemen laba. Dalam penelitian ini, pembahasannya lebih ditekankan pada keterkaitan antara variabel asimetri informasi dan ukuran perusahaan yang diuji pengaruhnya terhadap variabel manajemen laba.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh asimetri informasi terhadap praktik manajemen laba
2. Untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba

1.4.2 Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi:
1. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi saham, terutama dalam menilai kualitas laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan
2. Bagi pengelola pasar modal, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan mengenai sejauh mana asimetri informasi dan ukuran perusahaan itu mempengaruhi manajemen laba sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk mendorong perusahaan agar menyajikan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar.
3. Bagi kreditur, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit dan memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah kredit yang diberikan dapat dibayar perusahaan pada saat jatuh tempo
4. Bagi akademisi, hasil yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti di masa yang akan datang yang juga tertarik membahas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING UNTUK MENINGKATKAN AKURASI DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK KONSTRUKSI PADA PELAKSANAAN PENGECATAN PERUSAHAAN (AK-15)

1.1 Latar Belakang
Tujuan suatu perusahaan adalah untuk dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta dapat meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu dimana ketiganya adalah pedoman menuju arah strategis semua organisasi bisnis. Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, menuntut setiap perusahaan untuk lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam persaingan global.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan efisiensi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, agar perusahaan dapat mengelola usahanya dengan efektif dan efisien membutuhkan sistem informasi yang sistematik untuk dapat terus bertahan guna menghadapi persaingan global yang pesat dan kompleks.

Perusahaan jasa khususnya perusahaan jasa konstruksi adalah salah satu yang juga harus bersaing dalam persaingan global yang semakin lama semakin pesat perkembangannya guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan jasa konstruksi adalah perusahaan yang berbeda dengan perusahaan jasa lainnya. Hal ini disebabkan adanya karakteristik yang khas yaitu terletak pada ukuran periode akuntansi yang umumnya lebih dari satu periode akuntansi atau lebih dari satu tahun. Di lain pihak, perusahaan harus menyediakan informasi mengenai posisi keuangan yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu satu tahun atau satu periode akuntansi.

Melihat kondisi diatas, agar perusahaan jasa konstruksi dapat menyajikan jumlah laba yang wajar, maka dalam proses penyusunan laporan keuangan perlu melakukan proses mempertemukan antara pendapatan dan pembebanan biaya-biaya. Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting dalam hal ini. Akuntansi biaya memiliki fungsi untuk menyajikan secara rinci informasi tentang pendapatan yang diperoleh dengan berbagai biaya sumber daya yang dikonsumsi untuk menyelesaikan satu pesanan. Salah satu bentuk informasi penting dalam operasi perusahaan antara lain berupa informasi harga pokok produksi.Yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan manajerial. Harga pokok produksi atau dalam perusahaan jasa konstruksi lebih dikenal dengan istilah harga pokok konstruksi terdiri dari tiga macam biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Perhitungan harga pokok konstruksi yang akurat merupakan hal yang penting terutama bagi perusahaan jasa konstruksi yang proses produksinya berdasarkan pesanan yang berbeda-beda. Perhitungan harga pokok konstruksi berkaitan dengan sistem akuntansi biaya yang digunakan oleh perusahaan.

Dalam functional based system atau sistem tradisional, perhitungan biaya didasarkan asumsi bahwa produk individual menyebabkan timbulnya biaya. Dengan asumsi seperti diatas, sistem tradisional membebankan biaya ke produk berdasarkan konsumsi biaya yang berhubungan dengan jumlah unit yang diproduksi. Apabila kita menghitung biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, hal ini tidak menjadi masalah jika menggunakan sistem tradisional. Namun, akan menjadi masalah jika kita menghitung biaya overhead. Dalam sistem tradisional, biaya overhead diasumsikan proporsional dengan dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun pada kenyataannya banyak sumber daya-sumber data atau biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas yang tidak berhubungan dengan volume produksi. Sehingga, sistem tradisional tidak lagi sesuai dengan kondisi perusahaan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, apalagi perusahaan dituntut untuk menyelesaikan pesanan sesuai dengan permintaan pelanggan yang pasti berbeda antara pelanggan yang satu dengan yang lain.

Sistem tradisional tidak dapat menunjukkan berapa biaya yang sesungguhnya dikonsumsi dalam tiap pesanan yang dikerjakan oleh perusahaan. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan khususnya perusahaan jasa konstruksi yang mengerjakan berbagai jenis pesanan dari pelanggan yang berbeda-beda. Alokasi biaya dengan sistem ini mengakibatkan penyimpangan karena tiap pesanan atau produk tidak mengkonsumsi biaya overhead secara proporsional terhadap unit yang diproduksi. Kondisi seperti ini mengakibatkan kekeliruan dalam perhitungan harga pokok konstruksi yang berimbas pada strategi penetapan harga jual, keputusan manajerial yang tepat, alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan hilangnya keunggulan kompetitif.

Untuk mengatasi kelemahan sistem tradisional, maka digunakan metode perhitungan biaya produksi berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing (ABC) yang akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead yang lebih akurat. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas diperkenalkan dan didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, ABC memiliki penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Perhitungan biaya produk tradisional menelusuri hanya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC mengakui bahwa banyak biaya-biaya lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output. Dengan demikian, penggunaan metode Activity Based Costing ini akan mampu memberikan informasi harga pokok konstruksi yang lebih akurat.

PT “ X “ yang berada di Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, dimana aktivitas yang dilakukan berdasarkan pesanan yang diterima dari pemberi proyek. PT “X” terlebih dahulu menentukan pelaksana yang akan bertugas melaksanakan jalannya proyek. Pelaksana yang ditunjuk kemudian mengestimasi bahan-bahan, mengestimasi jumlah tenaga kerja serta biaya-biaya yang diperkirakan akan timbul saat proyek dilaksanakan. Hasil estimasi tersebut dipergunakan sebagai anggaran biaya proyek. Dengan demikian, setiap proyek memiliki volume, tingkat kompleksitas, dan karakteristik yang berbeda-beda. Maka dari itu perusahaan membutuhkan suatu metode perhitungan harga pokok konstruksi yang dapat membebankan biaya tidak langsung (biaya overhead) dengan lebih tepat sehingga akan memberikan informasi mengenai harga pokok konstruksi yang lebih akurat. Kebutuhan informasi yang lebih akurat terkait dengan usaha perusahaan yang dimaksudkan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam persaingan global yang semakin kompleks, khususnya dalam proyek pelaksanaan pengecatan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana penerapan Activity Based Costing untuk meningkatkan akurasi dalam perhitungan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan pengecatan perusahaan jasa konstruksi PT “ X “ di Surabaya?”

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penerapan Activity Based Costing dalam penentuan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan pengecatan di PT “ X “.
2. Untuk membuktikan keakuratan perhitungan harga pokok konstruksi dan mengetahui manfaat yang dihasilkan dari penerapan metode Activity Based Costing.



1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat digunakan oleh perusahaan mengenai perhitungan harga pokok konstruksi dengan metode Activity Based Costing.
2. Bagi penulis, penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai perhitungan harga pokok konstruksi dengan metode Activity Based Costing.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

KEDUDUKAN DAN FUNGSI INTERNAL AUDITOR PADA PT. CITRA BANGUN, MEDAN (AK-16)

A. Alasan Pemilihan Judul
Perusahaan, baik milik negara maupun swasta sebagai suatu pelaku ekonomi tidak bisa lepas dari kondisi globalisasi ekonomi dewasa ini. Era globalisasi akan mempertajam persaingan-persaingan diantara perusahaan, sehingga perlu pemikiran yang makin kritis atas pemanfaatan secara optimal penggunaan berbagai sumber dana dan daya yang ada.

Sebagai konsekuensi logis dari timbulnya persaingan yang semakin tajam, ada tiga kemungkinan yaitu mundur, bertahan atau tetap unggul dan bahkan semakin berkembang. Agar perusahaan dapat bertahan atau bahkan berkembang diperlukan upaya penyehatan dan penyempurnaan meliputi peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektifitas pencapaian tujuan perusahaan. Menghadapi hal ini, berbagai kebijakan dan strategi terus diterapkan dan ditingkatkan. Kebijakan yang ditempuh manajemen antara lain meningkatkan pengawasan dalam perusahaan (internal control).

Dalam perusahaan, pelaksanaan pengawasan dapat dilaksanakan secara langsung oleh pemiliknya sendiri dan dapat pula melalui sistem internal control. Dengan semakin berkembangnya perusahaan maka kegiatan dan masalah yang dihadapi perusahaan semakin kompleks, sehigga semakin sulit bagi pihak pimpinan untuk melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap seluruh aktivitas
perusahaan. Dengan demikian maka dirasakan perlunya bantuan manajer-manajer
yang profesional sesuai dengan bidang yang ada dalam organisasi misalnya bidang pemasaran, produksi, keuangan dan lain-lain. Perlu adanya struktur organisasi yang memadai, yang akan menciptakan suasana kerja yang sehat karena setiap staf bisa mengetahui dengan jelas dan pasti apa wewenang dan tanggung jawabnya serta dengan siapa ia bertanggung jawab. Selain itu, dengan bertambah besarnya perusahaan diperlukan suatu pengawasan yang lebih baik agar perusahaan dapat dikelola secara efektif. Salah satu sistem pengawasan yang baik adalah melalui sistem internal control.

Untuk menjaga agar sistem internal control ini benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat diperlukan adanya internal auditor atau bagian pemeriksaan intern. Fungsi pemeriksaan ini merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui pembinaan dan pemantauan internal control secara berkesinambungan. Bagian ini harus membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya.

Agar fungsi pemeriksaan intern dapat berjalan dengan baik, maka seorang internal auditor haruslah orang yang benar-benar memahami prosedur audit yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan juga bagian ini harus memiliki kebebasan atau independensi yang cukup terhadap bagian yang diperiksa.

Dalam suatu perusahaan, internal auditor menilai apakah sistem pengawasan intern yang telah ditetapkan manajemen berjalan dengan baik dan efisien, apakah laporan keuangan menunjukkan posisi keuangan dan hasil usaha yang akurat serta setiap bagian benar-benar melaksanakan kebijakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. Pemeriksaan intern memberikan informasi yang tepat dan objektif untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan sehingga dapat meningkatkan kemampuan manajemen dan mengurangi kemungkinan yang dapat merugikan perusahaan.

Melihat banyaknya sumbangan yang dapat diberikan oleh internal auditor kepada manajemen, maka penulis mencoba untuk melihat pentingnya peranan internal auditor untuk membantu manajemen dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Maka penulis melakukan peninjauan dan penelitian pada PT. Citra Bangun dengan judul ”Kedudukan dan Fungsi Internal Auditor Pada PT. Citra Bangun, Medan.”


B. Perumusan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan setiap perusahaan pada umumnya selalu menghadapi berbagai masalah. Adapun masalah yang dihadapi setiap perusahaan berbeda-beda tergantung pada ruang lingkup kegiatan perusahaan.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan pada PT. Citra Bangun, maka penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah fungsi internal auditor pada PT. Citra Bangun dapat berperan bagi tercapainya pemeriksaan intern yang baik?
2. Apakah kedudukan internal auditor pada perusahaan benar-benar independen sehingga dapat mencapai tujuan pemeriksaan yang objektif?


C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang fungsi dan kedudukan internal auditor dalam perusahaan kemudian membandingkan dengan teori-teori yang selama ini penulis terima dari perkuliahan dan sumber lainnya.
2. Dari perbandingan ini diajukan saran yang mungkin bagi pihak yang berkepentingan.
3. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan penyelesaian kuliah guna memperoleh gelar sarjana ekoomi pada Fakultas Ekonomi STIE Harapan Medan.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini