Profesionalisme Polisi Republik Indonesia (Studi Penelitian Tentang Analisis Kinerja POLRI di POLTABES D.I Yogyakarta) (IS-4)

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia secara normatif-konstitusional adalah negara berdasarkan hukum, atau yang sering disebut sebagai negara hukum. Ditengah-tengah itu, polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karna badan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.

Kita dapat melihat pada era Reformasi telah melahirkan paradigma baru dalam segenap tatanan kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara yang ada dasarnya memuat koreksi terhadap tatanan lama dan penyempurnaan kearah tatanan indonesia baru yang lebih baik. Paradigma baru tersebut antara lain supermasi hukum, hak azasi manusia, demokrasi, transparansi dan akuntabilitas yang diterapkan dalam praktek penyelenggara pemerintahan negara termasuk didalamnya penyelenggaraan fungsi Kepolisian.

Pengidentifikasian polisi sebagai birokrasi kontrol sosial memang memberi deskripsi mengenai polisi itu. Polisi seyogyanya kita lihat tidak hanya menjalankan kontrol sosial saja, melainkan juga memberi pelayanan dan interpretasi hukum secara konkrit, yaitu melalui tindakan-tindakannya. Dengan kontrol sosial, pelayanan dan agen interpretasi tersebut menjadi lebih lengkaplah bahwa polisi mewujudkan janji-janji hukum.

Tetapi pengidentifikasian yang demikian itu masih belum juga memuaskan untuk melihat apa dan siapa po0lisi itu, apa yang dikerjakannya dan lain sebagainya, secara lebih seksama. Dirasakan, bahwa badan yang namanya polisi itu tidak bisa hanya dilihat sebagai aparat atau birokrasi penegakan hukum belaka. Apabila kiya mendekati dan menelaahnya secara sosiologis, cukup banyak “misteri” yang terkandung dalam pekerjaan polisi. Artinya, ia tidak bisa diukur dengan ukuran hukum.

Dimanapun dunia ini, kepolisian akan selalu ditarik kedua arah yang berbeda, yaitu arah formal prosedural dan arah sosiologis substansial .Keadaan dasar seperti itu mendorong kita untuk memahami pekerjaan kepolisian sebagai sesuatu yang “ berakar peraturan” dan sekaligus juga “ berakar prilaku”. Kalau mempelajari kepolisian juga berarti berusaha memberikan penjelasan mengenai objeknya, seperti lazimnya aturan main dalam ilmu pengetahuan, maka kita tidak akan bisa memahami pekerjaan kepolisian dengan sebaik-baiknya, tanpa masuk kedalam hakikatnya sebagai suatu pekerjaan yang berakar prilaku itu.

Penegakan hukum, penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta pelayanan dan pengayoman masyarakat adalah tugas pokok polisi sebagai profesi mulia, yang aplikasinya harus berakibat pada asas legalitas, undang-undang yang berlaku dan hak azasi manusia. Atau dengan kata lain harus bertindak secara professional dan memegang kode etik secara ketat dan keras, sehingga tidak terjerumus kedalam prilaku yang dibenci masyarakat .

Kenyataan masi menunjukan , bahwa polisi lebih di kenal oleh masyarakat sebagai badan yang pekerjaannya memburu dan menenangani kejahatan. Mendengar kata polisi, segera saja pikiran masarakat tertuju pada pencurian, perampokan, pembunuhan , dan sebagainya. Atau, yang lebih ringan, kemacetan lalu lintas.
Masyarakat dan polisinya merupakan dua kegiatan yang tidak bisa di pisahkan. Tanpa masyarakat, tidak akan ada polisi dan tampa polisi, proses-proses dalam masyarakat tidak akan berjalan dengan lancar dan produktif. Susah sekali untuk menemukan celah-celah di mana polisi tidak di perlukan. Bahkan rumputpun telah menjadi syahabat polisi. Hal ini bisa di saksikan di lapangan yang di capai papan bertuliskan “Dilarang Berjalan di Rumput” Larangan tersebut mengiplikasikan kerja pemolisian, karena sekaligus mengundang polisian untuk mengamankan larangan tersebut. Tanpa kehadiran polisi, tidak ada yang akan mengamankan larangan tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh prof. Satjipto Rahardjo bahwa “perilaku polisi adalah wajah hukum sehari-hari”. Apabila kita menyadari bahwa polisi merupakan ujung tembok penegakan hukum, yang berarti :polisilah yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat, dan khususnya, pelanggar hukum dalam usaha menegakan hukum . Dengan demikian, bagaimana perilaku polisi dengan cara-cara kotor dan korup, maka secara otomatis masyarakatpun memandang hukum sebagai sesuatu yang kotor dan korup, juga andaikan pemolisian dikerjakan dengan baik, maka wajah hukum punakan dipandsang baik. Karena itu, pandangan masyarakat tentang polisi akan membawa implikasi pada pandangan mereka terhadap hukum. Pekerjaan pemolisian yang tertanam kedalam masyarakat dapat kita lihat bagaimana struktur sosial, kultural dan ideologis telah menentukan pemberian tempat kepada polisi dalam masyarakatnya, bagaimana ia diterima oleh masyarakat, dan bagaimana ia harus bekerja.

Kekuasaan tunggal negara ditanggan kepolisian pada abad ke-6 dan wewenang kepolisian yang terjadi alat kekuasaan dimasa penjajahan hindu belanda dahulu terhadap rakyat menggandung kosekwensi polisi berdarah panas, sehingga kurang dekat hubunggan antara polisi dimata rakyat.

Pertumbuhan kepolisian dewasa ini telah berubah doktrinnya, menjadi “friends partners and dependers of citizen”, dalam arti polisi sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat dari pada urusan kekuasaan negara.

Perihal sorotan berupa keritikan maupun hujatan terhadap kepolisian, umumnya komunitas aparat kepolisian sudah amat siap menghadapinya. Sebagian dikarenakan secara faktual polri memang nyata-nyata masih mengidap berbagai kelemahan sehingga pantas dikeritik. Sebagian lain dikarenakan kuatnya pemahaman bahwa semua keritik dan bahkan hujatan dari anggota-anggota masyarakat tersebut pada dasarnya adalah bentuk lain dari kecintaan masyarakat terhadap polri.

Pergeseran serta perubahan dalam fungsi yang harus dijalankanoleh suatu badan dalam masyarakat merupakan hal yang biasa. Hal yang agak istimewa adalah bahwa kita sekarang hidup dalam dunia dan masyarakat yang sedang mengalami perubahan yang sangat intensif dibandingkan dengan waktu-waktu yang lalu.

Pekerjaan polisi yang berhadapan langswung dengan masyarakat itu berkualitas penuh, sehingga tidak hanya bisa dikatakan, bahwa mereka berhadapan dengan rakyat, melainkan lebih dari itu; berada ditenggah-tenggah rakyat. Polisi juga disebut-sebut sebagai melakukan jenis pekerjaan yang tidak sederhana, yaitu melakukan pembinaan dan sekaligus pendisiplinan masyarakat. kedua-duanya memiliki ciri-ciri yang beda sekali, yang disatu pihak bisa bisa dilambangkan dalam bentuk “ pistol dan borgol”, sedang dilain pihak mempolisi masyarakat “dengan hati” atau “setangkai”

Berbagai alasan memang bisa dikemukakan untuk mencoba menjelaskan mengapa begitu besar perhatian masyarakat terhadap polisinya. Mungkin karena ketertiban, keamanan dan ketentraman merupakan hal-hal yang sangat merisaukan masyarakat, sedang polisilah yang bertugas untuk menanganinya. Hal tersebut mungkin juga disebabkan karna polisi merupakan birokrasi yang bekerja secara langsung ditenggah-tenggah masyarakat, sehingga resiko bagi terjadinya pergeseran dan pembenturan dengan masyarakat juga menjadi tinggi. Karena begitu dekatnya polisi dengan masyarakat, maka masyarakat pun banyak harapan kepada polisinya, sehingga demikian kinerja polisi pun banyak mendapat perhatian.

Sebagai bahan untuk meningkatkan diri, citra polisi yang dad harus diperjelas dengan alasan yang menyertai citra tersebut. Citra polisi bisa terbentuk setidaknya melalui dua pandangan yaitu pandangan obyektif dan subyektif. Secara obyektif masih ada kekurangan-kekurangan pada polisi, misalnya kekurangan personil anggaran dan sarana prasarana. Namun kondisi obyektif polisi saat ini bisa dipersepsikan berbeda-beda menurut pihak yang menilai. Masyarakat bisa memandang polisi berdasar standar, nilai, latar belakang dan pengalaman mereka. Pandangan subyektif ini berkembang terus dimasyarakat.

Salah satu tantangan yang dihadapi polisi dalam pelaksanaan tugas kesehariannya adalah adanya kesenjangan masyarakat atas tugas-tugas polisi seharusnya dengan kenyataan yang terjadi ditenggah-tenggah masyarakat. untuk mencapai pelaksanaan tugas kepolisian tersebut, polisi melakukan sejumlah tindakan-tidakan sesuai tugas dan wewenang yang diberikan dalam pengertian bahwa kepolisian harus menjalankan tugas dan wewenangnya setiap waktu meliputi : pelayanan masyarakat, menjaga ketertiban dan keamanan serta penegakan hukum.

Profesionalisme polisi dapat tumbuh melalui peningkatan standar profesi yang tinggi dan tugas profesi sebagai panutan sadar hukum serta prilaku sesuai dengan hukum yang dicetuskan mulai dari sistem “ recruitmen and training” kepolisian sesuai dengan tuntutan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Adalah mustahil untuk mewujudkan penampilan kerja polisi dalam bentuk yang ideal. Yang dapat dilakukan, baik oleh pimpinan polri maupun unsur-unsur lain dimasyarakat, adalah mempersempit jarak antara identitas tersebut dengan realitas yang hidup dewasa ini. Mangkin semit atau lebih lebarkah jarak itu, antara lain dapat diukur lewat berbagai respon masyarakat terhadap penampilan kerja anggota-anggota polri.
Pandangan diatas sesungguhnya kurang menggambarkan apa yang sesungguhnya sedang terjadi dalam tubuh kepolisian. Dapat disebut bahwa kepolisian telah terjadi pergeseran yang makin terasa kuat dari polisi sebagai “Pemburu Kejahatan” kepada polisi yang menjalankan “pekerjaan sosial”. Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak hanya mengandung isi sosial biasa,melainkan juga ekonomi, politik dan kebudayaan.
Menjelang akhir tahun 1992, ada kesibukan istimewa dikalangan Polri. Yaitu, membuat perhitungan dengan prestasinya selama ini. Polri bukan suatu ” badan diatas angin”, melainkan yang akuntabel terhadap rakyatnya. Perhitungan tersebut dilakukan dengan cara istimewa dan yang tidak lazim dilakukan di negeri ini. Polri membuat perhitungan dengan cara menunjukan kepada masyarakat, kekurangan-kekurangan yang ada padanya selama ini. Dan itupun dilakukannya dengan tidak tanggung-tanggung, yaitu dengan menunjukkan dengan adanya sejumlah polisi berprilaku buruk (Polda Jatim) dan laporan tentang suap dalam dunia kepolisian.

Kedudukan Polri yang berbeda ditengah-tengah masyarakat akan dapat mempengaruhi kinerjanya dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam ilmu sosial dan semacam konsep stgmatis yang mengatakan, bahwa lembaga-lembaga dalam suatu masyarkat akan membawa ciri masyarakat bersangkutan. Konsep tersebut lalu dituangkan kedalam rumus, “bagaiman masyrakatnya, begitu pula lembaganya”. Dengan demikian bisa dikatakan juga, bahwa masyarakat akan mempunyai lembaga-lembaganya yang berkualitas sama dengan kualitas masyarakat itu sendiri.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stempel masyarakat akan selalu melekat pada sekalian lembaga yang dimiliki masyarakat tersebut. Polisi sebagai salah satu lembaga dalam masyarakat tidak merupakan perkecualian, kualitas pekerjanya juga akan sangat ditentukan oleh keadaan, watak serta kualitas masyarakat disitu. Dengan demikian, stempel masyarakat indonesia juga melekat pada Polri.
Harapan masyrakat terhadap kepolisian itu sebenarnya hanya dua hal : Pertama, mereka membutuhkan keamanan dan perlindungan Polri secara maksimal baik atas dirinya, maupun keluarga nya dan harta bendanya; kedua, mereka menginginkan pelayanan yang lebih baik dari Polri.

Dari kondisi mekanisme penegakan hukum dengan berbagai kendalanya bukan saja membuat mekanisme penegakan hukum menjadi tak sesuai yang diharapkan, lebih dari itu adalah munculnya berbagai keluhan masyarakat tentang pelaksanaan tugas dan pungsi kepolisian. Berbagai keluhan masyarakat ( public complint ) tersebut antara lain adalah : polisi lalu lintas yang kerap terlambat hadir di jalan yang macet, atau anggota satuan bhyangkara ( Sabhra ) yang meminta “ salam tempel “ dari kendaraan-kendaraan angkutan, adalah salah satu citra polisi yang tertanam dibenak masyarakat. contoh lain, adalah sikap anggota reserse yang ogah-ogahan dalam menuntaskan kasus, atau petugas binmas yang “ asal sudah selesai” saat memberi penyuluhan. Mau tak mau juga masih merupakan gambaran yang dipersepsikan oleh masayrakat tentang pribadi polisi dan organisasi kepolisian dewasa ini
Dewasa ini, usaha Polri mengembangkan profesonalismenya terus diperjuangkan. Usaha-usaha itu terus dilakukan antara lain dengan jalan mengikutsetakan anggotanya kedalam berbagai kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menunjang peningkatan kualitas kerja dan profe4sionalisme Polri.

Hasil penelitian PSKP UGM tahun 1998-1999 bekerjasama dengan Dinas Penelitian dan Pengembangan Mabes Polri menunjukkan hasil, pada bidang penegakan hukum masih tingginya pelanggaran hukum oleh anggota dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian, yang tercermin adanya moral yang rendah, pada bidang keamanan masih ada tingginya rasa tidak aman, pada bidang pelayanan terdapat kewibawaan anggota yang rendah. Selanjutnya penelitian tersebut memokuskan pada penyebab utama rendahnya profesionalisme polisi karena aspek structural, institusional dan kultural. Jati diri Polri menunjkkan indikasi profesionalisme rendah, militeristik, sehingga sikap pelayanan kaku, kapasitas intelektual anggota bintara dan tamtama rendah, komunikasi kerja yang patuh saja pada atasan, dan kurang peluang untuk berlaku kritis. Hasil penelitian tersebut perlu ditindak lanjuti guna meningkatkan profesionalisme Polri.
Upaya meningkatkan profesionalisme dapat pula dilihat dari pelepasan POLRI dari struktur organisasi ABRI mulai tanggal 1April 1999. kebijakan tersebut setidaknya telah memberi nuansa baru bagi Polri sendiri, paling tidak Polri sudah bisa “mandiri” didalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Polri dapat benar-benar bertindak sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.

Adapun pentingnya penelitian tentang Analisis kinerja polri POLTABES jogjakarta yakni melihat lebih jauh sektor-sektor rell kenerja Polri khususnya Poltabes jogjakarta. sebagai bahan pertimbambangan dan menjadi sebuah aturan hukum dari sebuah lembaga organisasi formal yang mungkin menjadi sebuah acuan pembelajaran, apa saja yang telah dikerjakan, dan melihat lebih dalam kinerja-kinerja polri yang dalam hal ini sudahkah dapat dikatakan Profesional dalam mengemban tugas-tugas negara.
Berdasarkan uraian diatas, pada dasarnya persepsi tentang kinerja Polri merupakan masalah penting yang perlu dilihat lebih lanjut dalam dalam rangka mewujudkan profesionalisme polisi dalam menaggapi tantangan yang semakin berat.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan (IS-5)

1.1. Latar Belakang
Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Salah satu tujuan perkawinan pada dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan. Begitu pentingnya keturunan dalam kehidupan keluarga maka keluarga yang tidak atau belum dikaruniai anak akan berusaha untuk mendapatkan keturunan. Pengangkatan anak merupakan salah satu peristiwa hukum didalam memperoleh keturunan.
Latar belakang dilakukan pengangkatan anak untuk mempertahankan keutuhan ikatan perkawinan dan untuk kemanusiaan dan untuk melestarikan keturunan.

Pengangkatan anak dilakukan karena adanya kekhawatiran akan terjadinya ketidak harmonisan suatu perkawinan dan suatu keluarga karena tidak adanya keturunan.
Tujuan pengangkatan anak adalah untuk meneruskan keturunan dan merupakan motivasi dan salah satu jalan keluar sebagai alterlatif yang positif serta manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak didalam pelukan keluarga, yang bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anak. Dengan pengangkatan anak diharapkan agar ada yang memelihara dihari tuanya, dan
mengurusi harta kekayaannya sekaligus menjadi generasi penerusnya.

Di dalam sebuah keluarga yang harmonis dan lengkap, anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Anak pada hakekatnya merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan buah hati dari orang tuanya yang tiada ternilai harganya, dan menjadi generasi penerus orang tuanya.

Pada umumnya perkawinan tidak akan puas bilamana tidak mempunyai anak, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperolehnya. Pengangkatan anak adalah salah satu usaha untuk memiliki anak, mengambil serta mengasuh anak hingga menjadi orang dewasa yang mandiri sehingga terjalinlah hubungan rumah tangga antara bapak dan ibu angkat disatu pihak dan anak angkat di lain pihak.

Pengangkatan anak merupakan salah satu perbuatan hukum, oleh karena itu mempunyai akibat hukum, salah satu akibat hukum dari peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status hukum pengangkatan anak, itu sendiri yang sering menimbulkan permasalahan di dalam keluarga.

Pengangkatan anak menurut hukum adat yang dilakukan di masyarakat Kedungwuni Kabupaten Pekalongan tidak ada suatu kesatuan cara untuk melaksanakannya, sehingga akibat hukum dari pengangkatan anak itupun berbeda-beda menurut hukum adat masing-masing daerah yang berlaku.

Pengangkatan anak secara umum dilakukan dengan motif yang berbeda- beda, antara lain dapat disebutkan: karena keiginanan untuk mempunyai anak, adanya harapan atau kepercayaan akan mendapatkan anak atau sebagai”Pancingan”, adanya keiginan memiliki anak lagi yang diharapkan dapat
menjadi teman bagi anak yang telah dimilikinya, sebagai rasa belas kasihan terhadap anak terlantar, dan juga terhadap anak yatim piatu
Pengangkatan anak dilakukan karena kekhawatiran akan terjalinnya keretakan hubungan yang telah dibinanya. Selain itu juga untuk mempertahankan keutuhan ikatan perkawinan dan untuk mendapatkan keturunan.

Pengangkatan anak di masyarakat Kedungwuni Kabupaten Pekalongan dilakukan dengan berbagai macam cara ada yang melalui lembaga pengadilan, berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan hukum Islam, namun sebagian besar dilakukan secara adat kebiasaan.

Pengangkatan anak di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan sebagian besar mempunyai pendapat bahwa pengangkatan anak baru dianggap sah apabila dilaksanakan sesuai dengan adat isiadat yang telah berlaku.
Atas dasar uraian tersebut diatas, maka peneliti mengambil judul

”PENGANGKATAN ANAK MENURUT ADAT DI KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN”
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

DAMPAK PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PURWAHAMBA INDAH TERHADAP KEBUDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PURWAHAMBA KECAMATAN SURODADI KABUPATEN TEGAL (IS-01)

A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan pariwisata Indonesia menggunakan konsepsi pariwisata budaya yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pariwisata Nomor 09 Tahun 1990 yang menyatakan bahwa “kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional, dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa”.


Pariwisata budaya sebagai suatu kebijaksanaan pengembangan kepariwisataan di Indonesia menekankan pada penampilan unsur-unsur budaya sebagai aset utama untuk menarik wisatawan berkunjung ke obyek wisata Indonesia. Hal ini tidak berarti bahwa aspek-aspek lainnya akan ditinggalkan seperti keindahan alam, pantai dan pemandangan, flora dan fauna termasuk kehidupan bawah laut , olah raga, serta jenis hiburan lainnya.

Unsur-unsur budaya memiliki manfaat yang amat penting antara lain : untuk mempromosikan kepariwisataan secara umum baik dalam maupun luar negeri, produk seni budaya akan menyiapkan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan masyarakat, penampilan seni dan budaya selain menarik perhatian wisatawan juga meningkatkan pemberdayaan seni dan budaya, penampilan seni dan budaya dapat

meningkatkan pemeliharaan dan manajemen museum, galeri dan monumen- monumen seni budaya lainnya, dana yang dihasilkan dengan penjualan produk seni dan budaya bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan sentuhan dengan seni dan budaya lain meningkatkan harkat, kehormatan dan pemahaman tentang arti kemanusiaan.

Pariwisata merupakan salah satu sektor andalan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Sumbangan pariwisata bagi pembangunan nasional, selain menyumbangkan devisa bagi negara, pariwisata juga mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, yaitu : memperluas lapangan usaha, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah, mendorong pelestarian dan pengembangan budaya bangsa, memperluas wawasan nusantara, mendorong perkembangan daerah, mendorong pelestarian lingkungan hidup, memperluas wawasan nusantara dan menumbuhkan rasa cinta tanah air (Karyono, 1997 : 89).

Diipilihnya pariwisata sebagai salah satu sumber devisa karena pariwisata oleh para ahli ekonomi dianggap sebagai “industri tanpa cerobong asap” yang berarti bahaya maupun kerugian yang ditimbulkannya relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan industri-industri lainnya yang padat teknologi. Namun demikian tidak berarti bahwa pariwisata tidak mendatangkan bahaya yang dapat menimbulkan resiko (Yoeti, 1993:48). Salah satu resiko yang dihadapi oleh industri pariwisata adalah perubahan kebudayaan masyarakat sekitar obyek wisata akibat pengaruh kebudayaan yang dibawa oleh masyarakat pendatang maupun wisatawan.

Dalam kebijakan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Tegal menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan yang mendorong pembangunan di Kabupaten Tegal. Kontribusi yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi Kabupaten Tegal pada sektor pariwisata, di antaranya industri pariwisata dan jasa-jasa, dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam statistik arus wisata Jawa Tengah tahun 1998, Kabupaten Tegal masuk dalam 10 besar Daerah Tingkat II berdasarkan jumlah pendapatan obyek wisata/taman rekreasi, yaitu Rp.385.807.029,00 setiap tahun dari 4 obyek wisata yang ada dan menempati urutan ke-9.

Hal ini relevan dengan Kabupaten Tegal yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Jawa Tengah yang memiliki potensi kepariwisataan, baik obyek pariwisata alam, budaya setempat maupun obyek wisata buatan. Kabupaten Tegal banyak menyimpan potensi wisata alam, di antaranya adalah Pantai Purwahamba Indah, Pemandian Air Panas Guci dan Waduk Cacaban. Ketiga obyek wisata ini pada tahun 2000 di kunjungi sekitar 300.000 orang dengan total pendapatan Rp. 600 juta lebih (Winanto, 2001: 3). Pantai Purwahamba Indah adalah salah satu obyek wisata yang akan dikembangkan, dan diharapkan dapat menjadi salah satu obyek wisata andalan bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Obyek wisata Purwahamba Indah merupakan obyek wisata pantai dengan pemandangan laut utara pulau Jawa, yang merupakan perpaduan keindahan alam dengan rancangan tangan manusia. Purwahamba Indah terletak di Desa Purwahamba

Kecamatan Surodadi Kabupaten Tegal. Pantai ini berada pada jarak 12 km dari arah timur Kodia Tegal dan 26 km dari Kabupaten Tegal. Obyek wisata Purwahamba Indah sangat strategis dan mudah dijangkau karena terletak di jalur Semarang-Jakarta (Dinas Pariwisata,1995: 27).

Sebagai salah satu sumberdaya wisata di Kabupaten Tegal , obyek wisata Purwahamba Indah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun yang berupa penambahan berbagai fasilitas yang ada didalamnya seperti kolam renang dan penginapan. Awalnya tempat ini hanya dimanfaatkan sebagai tempat istirahat bagi orang yang melakukan perjalanan jauh dan melewati jalur pantura. Dengan penambahan fasilitas tersebut diharapkan tempat ini menjadi obyek wisata yang dapat menarik wisatawan baik lokal, regional maupun wisatawan mancanegara.

Kunjungan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, cepat atau lambat akan membawa dampak baik positif maupun negatif, secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebudayaan masyarakat setempat. Perubahan- perubahan pada kebudayaan masyarakat akan terjadi akibat adanya kontak langsung dengan dunia luar yang masing-masing membawa ciri budayanya sendiri.

Dalam pengembangan obyek wisata Purwahamba Indah, dampak tersebut tampaknya belum begitu diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Tegal. Hal itu mendorong peneliti untuk mengambil judul penelitian “Dampak Pengembangan Obyek Wisata Purwahamba Indah Terhadap Kebudayaan Masyarakat di Desa Purwahamba, Kecamatan Surodadi, Kabupaten Tegal”.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

PERANAN SALURAN IRIGASI BENDUNG PESAYANGAN UNTUK MENCUKUPI KEBUTUHAN TANAMAN PADI PETAK SAWAH DI KECAMATAN TALANG KABUPATEN TEGAL (IS-2)

A. Latar Belakang
Irigasi bagi tanaman padi berfungsi sebagai penyedia air yang cukup dan stabil untuk menjamin produksi padi. Luas tanah atau sawah di dalam daerah pengairan di bagi – bagi sedemikian rupa sehingga memudahkan pembagian airnya. Adapun cara pembagiannya tergantung pada tujuan pengairan itu dan kebutuhan air untuk pertanian. Air yang di salurkan ke sawah melalui sistem jaringan yang terdiri atas saluran – saluran air dengan bangunan pengendali.

Kapasitas irigasi dalam kaitanya dengan ketersediaan air untuk tanaman padi dapat dikaji melalui permasalahan irigasi, dan faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap pengelolaan air irigasi. Ketersediaan air irigasi untuk tanaman padi sawah banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor kondisi tanah, jenis tanaman, iklim, topografi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Tanaman padi merupakan tanaman yang banyak membutuhkan air, khususnya pada saat tumbuh mereka harus selalu tergenangi air. Agar produktivitas padi dapat efektif dalam satu satuan luas lahan, maka dibutuhkan suplay air yang cukup melaui irigasi. Irigasi merupakan prasarana untuk meningkatkan produktifitas lahan dan meningkatkan intensitas panen
per tahun. Tersedianya air irigasi yang cukup terkontrol merupakan input untuk meningkatkan produksi padi.
Mengingat begitu pentingnya irigasi maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan pengairan harus diikuti dengan perluasan jaringan irigasi. Pembangunan dan rehabilitas jaringan irigasi perlu ditingkatkan untuk memelihara tetap berfungsinya sumber air dan jaringan irigasi bagi pertanian. Dalam rangka usaha meningkatkan pembangunan di sektor pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan khususnya beras, salah satu upaya pemerintah Indonesia adalah menempatkan pembangunan di sektor irigasi.

Di Kecamatan Talang terdapat sebuah saluran induk Bendung Pesayangan yang airnya mampu mengngairi ± 1989 ha di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Sistem pengairan dilakukan secara teknis dan setengah teknis. Pada lahan persawahan yang dilaksanakan saat musim penanaman padi sawah tiba. Air irigasi tersebut bersumber dari Daerah Aliran Sungai Kaligung.
Pada umumnya padi di daerah ini ditanami dua kali setahun, dengan mengandalkan air irigasi dari Bendung, dan air hujan. Mengingat pentingnya saluran irigasi untuk pertanian maka dalam penelitian ini mengambil topik kajian tentang “ Peranan Saluran Irigasi Bendung Pesayangan Dalam Mencukupi Kebutuhan Air Untuk Petak Sawah Tanaman Padi di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.”
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

IMPLEMENTASI KEPUTUSAN GUBERNUR NO.27 TAHUN 2004 TENTANG STANDART PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR (IS-3)

A. Latar Belakang
Sejak awal dibentuknya organisasi pemerintah (birokrasi), yaitu pada awal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945 hingga saat ini telah banyak keluhan bahkan kritikan pedas dari para pemerhati pemerintahan. Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya semasa Orde Baru, di mana yang menjadikan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal, ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi.


Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak dapat dibedakan .

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa setidaknya ada tiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi dalam menjalankan tugasnya saat ini sehingga merusak struktur dan pondasi ekonomi – sosial – politik di Indonesia. Ketiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi tersebut ialah permasalahan struktur birokrasi, permasalahan budaya dan nilai yang berkembang dalam birokrasi, dan permasalahan lingkungan birokrasi itu sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik harus dilaksanakan secara akuntable, responsif, dan efisien. Suatu pelayanan publik bisa dapat dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi apabila kegiatan tesebut dianggap benar dan sesuai dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berkembang di dalam masyarakat. Artinya, pelayanan publik yang baik relatif harus berdasar pada kepuasan atau setidaknya berdasar pada apa yang diinginkan oleh masyarakat .

Pelayanan publik yang saat ini banyak menjadi sorotan adalah bidang kesehatan. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan juga semakin meningkat. Namun, hal tersebut tidak disertai dengan manajement pelayanan kesehatan yang baik oleh pemerintah. Tidak itu saja, bidang kesehatan adalah salah satu bidang pelayanan publik yang pelayanannya cukup mengecewakan, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan akses kesehatan yang layak

Dengan motifasi guna memberikan manajemen pelayanan yang baik di bidang kesehatan, Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standart pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten / kota, kemudian diperkuat oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No.27 Tahun 2004 tentang standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten / kota di Jawa Timur telah menetapkan sebanyak 26 jenis pelayanan disertai dengan 47 indikator kinerjanya untuk dilaksanakan oleh setiap kabupaten / kota di Jawa Timur. Ditambah lagi dengan layanan tambahan sebanyak 7 jenis layanan dengan 7 indikator kinerja.

Dengan berdasar pada Keputusan Menteri Kesehatan, Kabupaten Sampang telah melaksanakan standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2003. Semua point pelayanan yang ada di dalam standart pelayanan minimal (SPM) kesehatan dilaksanakan, termasuk juga pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan yang dirasa sangat bersentuhan dengan kepentingan mayoritas masyarakat Sampang.

Data BPS pada tahun 2001 menunjukkan ada 2.196.363 rumah tangga miskin, atau 23,12 persen dari 9.499.756 jumlah rumah tangga yang ada di Jatim. Jumlah rumah tangga yang paling banyak dililit kemiskinan berada di Kabupaten Bondowoso, yakni 45 persen. Disusul Sampang (43,22 persen), Situbondo (33,75 persen), Ponorogo (33,06 persen), Pacitan (33,05 persen), Probolinggo (30,73 persen), dan Bojonegoro (30,62 persen). Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jatim, penduduk miskin terbanyak berada di Kabupaten Sampang. Persentase penduduk miskin di kabupaten itu mencapai 45,69 persen dari 750.046 penduduk Sampang atau dengan kata lain ada 342.725 jiwa penduduk miskin di Sampang .

Jenis pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan menjadi sangat penting, karena melihat kondisi nyata masyarakat Sampang, di mana kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, akses untuk memperoleh kesehatan rendah, pengetahuan akan kesehatan juga sangat rendah. Dengan implemntasi pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan, diharapkan masyarakat miskin yang berada di Kabupaten Sampang dapat menikmati pelayanan kesehatan yang memadai dari Pemerintah Kabupaten Sampang dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan melalui puskesmas-puskesmas yang telah disediakan.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Model Pakem Dengan Pendekatan Tematik Untuk Sains Kelas Ii Sd Negeri Sekaran I TAHUN 2008/2009 (PMT-7)


Mutu  pendidika perlu   ditingkatka untuk   mewujudkan   manusia   yang berkualitas  tinggi,   diantaranya   pendidika di  SD   N  Sekaran  I.  Untuk meningkatkan kualitas siswa, dalam proses belajar mengajar diperlukan model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu pendidikan siswa.
Selama  ini,  pembelajaran  cara  lama  di  mana  guru  mengajar  dengan berceramah,   siswa   sering   diperlakukan   sam oleh   gur baik   dalam pelaksanaan KBM (Kegiatan  Belajar Mengajar)  maupun evaluasi. Berbagai kemampuan  siswa  (belajar  mandiri,  bekerjasama,  berpikir  kritis,  mencari informasi,                   memecahkan      masalah,           mengambil        keputusan dsb)tidak dikembangkan untuk memberikan bekal bagi mereka untuk terjun ke dunia modern  yang penuh tantangan dan persaingan  antar bangsa. Philip Rekdale (2005) melakukan penelitian menyangkut sejauh mana PAKEM mendukung pelaksanaan  Kurikulum   Tingkat   Satuan   Pendidika (KTSP).   

Penelitian tersebut meliputi dua  aspek yaitu mereka perlu mulai belajar mengenai cara mereka  belajar             (learning   how   to  learn),  cara  belajar  secara penemuan (discovery), secara kreatif, analisa,  dan kritis, supaya mereka dapat menjadi pelajar  selama  hidup  (life  long  learner)  yang  efektif.  Melalui  pendekatan Tematik,            pembelajaran     PAKEM          dapat    diimplementasikan sehingga memungkinkan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa aktif terlibat dalam prosespembelajaran (Sukayati,2004).
Keberhasilan  siswa  selama  ini  hanya  dilihat  dengan  menggunakan ukuran UAN (Ujian Akhir Nasional) dan nilai NEM mencapai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 6,52. Telah disadari bahwaUAN hanya mengukur aspek kognitif saja (tingkat rendah dalam taksonomi Bloom). Di sisi lain, KBM yang berhasiladalah KBM yang dapat meningkatkan berbagai kemampuan  siswa.  Pembelajaran  di kelas  II  SD  Negeri  Sekaran  I  telah menggunakan pendekatan  tematik tetapi belum menerapkan model PAKEM, siswa-sisw kela I d S Neger Sekaran   I  belajar   sains   denganmendengarkan   cerama dari   guru,   jika   guru   mengajar  hany dengan berceramah  maka  kemampuan  yang  dikembangkan  pada  diri  siswa adalah kemampuan  mendengarkan,  mengingat,  dan  menjawab  pertanyaan  dengan menggunakan ingatan. Semuanya dengan daya retensi  yang sangat rendah. Akibatnya  siswa  tidak  terlatih  mencari  informasi,   menyaring   informasi, menggunakan  informasi,  berdiskusi,   mengajukan   pertanyaan,   melakukan pengamatan,  penelitian,  percobaan,  membuat  laporan  dsb.  Jika  dilihat  dari hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada masalah yang harus  segera diselesaikan  dala pembelajaran   di   SD   pad kelas   rendah   khususnya pengembangan kemampuan  dasar  kognitif,   serta  hasil  belajar  mengenal konsep  Sains.  Oleh karena  itu  perlu  dikembangkan  model  pembelajaran PAKEM   dengan  pendekatan   Tematik   Sain SD   untuk   menumbuhkan keterampilan berpikir.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini

Metode Auto Regresi Dan Auto Korelasi Untuk Meramalkan Jumlah Penjualan Pakaian Di Toko Yuanita Purwodadi (PMT-6)

Toko Yuanita Purwodadi merupakan perusahaan perseorangan yang bergerak dalam bidang perdagangan. Tujuan  utama perusahaan adalah untuk bisa meningkatkan jumlah penjualan dalam rangka memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus mempunyai perencanaan yang baik. Dalam menentuk<.span>an atau membuat suatu perencanaan dibutuhkan dasar dan alasan yang kuat, berdasarkan situasi sekarang atau yang sudah terjadi.

Perubahan  suatu  kejadian  dapat  dinyatakan  dengan  perubahan  nilai variabel.  Produksi,  hasipenjualan,  biaya  produksiharga  hasil  produksi, pendapatan, umur, dan curah hujan adalah beberapa contoh nilai variabel yang selalu  berubah.  Apabila  nilavariabel  itu tetap dari  suatu waktke waktu berikutnya,  maka mudah sekali untuk membuat peramalan yang tepat sesuai kenyataan. Akan  tetapi, pada umumnya nilai suatu variabel selalu berubah. Itulah sebabnya ramalan tentang suatu nilai variabel  tidak selalu tepat sesuai kenyataan.

Toko Yuanita Purwodadi terletak di tengah-tengah pusat perbelanjaan masyarakat di kecamatan Kradenan, kecamatan Gabus, kecamatan Pulokulan, dan  kecamatan  Ngaringan.  Letak  yang  strategis  mendorong  Toko  Yuanita Purwodad untuk  menjual  barang-barang  yang  diperlukan  masyarakat  di sekitar TokoYuanitaPurwodadi.
TokYuanita  Purwodadi  adalah  toko  yanmenjual  barang-barang kebutuhan masyarakat  seperti alat kecantikan, alat tulis sekolah dan kantor serta kebutuhan rumah tangga lainnya. Pakaian merupakan kebutuhan pokok masyarakat  dan Toko Yuanita   dalam memberikan pelayanan sangat ramah dan  harg barang-barang  yang  ditawarkan  sesuai  dengan  keadaan  sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Dalam  keadaan  ekonomi  yang  belum  pulih  akibat  krisis  moneter seperti  saat ini Toko Yuanita  Purwodadi sudah mengalami  kemajuan  yang sanga baik.   Ha ini  bis diliha dari   baran yan dijua suda bisa menghasilka pendapatan  dan  keuntungan.  Barang  yang  dijual  di  Toko Yuanita Purwodadi  tidak semua diminati oleh masyarakat, seperti peralatan dapur dan yang paling  diminati oleh masyaraka adalah pakaian misalnya, baju, celana, T-shirt, kaos kaki.  Penulis tertarik untuk meningkatkan jumlah penjualan pakaian di Toko Yuanita Purwodadi yaitu dengan menambah variasi jenis pakaian. Untuk menentukan penambahan pakaian yang tepat, diperlukan peramalan.
Hasil peramalan jumlah penjualan merupakan data yang menunjukkan tingkat  kemampuan menjual dari Toko Yuanita Purwodadi untuk masa yang akan datang.  Hasil ramalan jumlah penjualan sangat bermanfaat sebagai dasar perencanaan. Pemilihan metode peramalan yang tepat dapat meminimumkan kesalahan  dalam meramal  (fordcast             error),  sehingga  hasil  peramalan  bisa mendekati kenyataan.
Salah satu metode peramalan yaitu Auto Regresi dan Auto Korelasi. Metode  ini  membahas  tentang  pengaruh  dan  hubungan  antara  nilai  suatu variabel yang telah terjadi pada suatu periode dan yang terjadi pada periode berikutnya. Untuk  mengetahui besarnya pengaruh suatu variabel, digunakan Auto Regresi, sedangkan  untuk mengukur kuat tidaknya hubungan variabel tersebut digunakan Auto Korelasi.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini